MISKONSEPSI IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA YANG HARUS DILURUSKAN
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan Kurikulum Merdeka dan juga Platform Merdeka Mengajar pada Merdeka Belajar Episode ke-15 lalu. Kurikulum Merdeka ini ditujukan untuk mengatasi krisis pembelajaran yang terjadi, salah satunya akibat dampak dari pandemi Covid-19.
Hingga saat ini, sudah
banyak satuan pendidikan yang mulai mencoba mengimplementasikan Kurikulum
Merdeka lewat jalur mandiri. Namun seiring berjalannya waktu, terdapat berbagai
miskonsepsi terkait implementasi Kurikulum Merdeka ini sehingga perlu adanya
pelurusan terhadap kesalahpahaman yang terjadi.
Apa Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka yang Harus Diluruskan ? Sebenarnya
ada banyak miskonsepsi terkait implementasi Kurikulum Merdeka, namun pada
kesempatan kali ini kita akan membahas lima miskonsepsi yang cukup penting
untuk diluruskan. Oleh karena itu, simak pembahasan di bawah berikut sampai
selesai.
1. Ganti Kurikulum Adalah
Tujuan
Miskonsepsi yang pertama
adalah “ganti kurikulum merupakan tujuan”. Padahal, yang ingin ditekankan di
sini adalah bagaimana melihat Kurikulum Merdeka ini adalah sebagai alat untuk
mencapai tujuan pemulihan pembelajaran.
Apabila kita memandang ganti
kurikulum sebagai tujuan maka hal yang terjadi adalah kita akan disibukkan
dalam urusan administratif seperti ganti istilah atau ganti format dokumen.
Jadi, jangan memandang ganti kurikulum sebagai tujuan utama.
2.
Terdapat Penerapan Kurikulum Merdeka yang Benar atau Salah Secara Absolut
Banyak yang memiliki
persepsi bahwa terdapat penerapan Kurikulum Merdeka yang benar ataupun salah
secara absolut. Karena setiap satuan pendidikan mempunyai karakteristik yang
berbeda, tentunya Kurikulum Merdeka yang diterapkan sebuah sekolah akan berbeda
dengan sekolah lainnya. Hal ini menyebabkan benar atau salahnya penerapan
kurikulum bukanlah absolut, melainkan kontekstual.
Seperti halnya AKM, Keberhasilan
penerapan Kurikulum Merdeka di satu sekolah tidak dibandingkan dengan sekolah
lainnya. Oleh karena itu, tidak ada Sekolah Model pelaksanaan Kurikulum Merdeka.
Kriteria utama keberhasilan penerapan Kurikulum Merdeka adalah bagaimana
implementasi yang dilakukan bisa menstimulasi tumbuh kembang karakter dan juga
kompetensi peserta didik. Guru menjadi salah satu elemen yang dapat mengetahui
keberhasilan dari implementasi Kurikulum Merdeka yang telah dilakukan.
3.
Harus Menunggu Pelatihan dari Pusat
Dalam implementasi Kurikulum
Merdeka, masih banyak yang mengira bahwa harus menunggu pelatihan dari pusat
terlebih dulu untuk bisa menerapkan Kurikulum Merdeka. Kemendikbudristek
percaya bahwa satuan pendidikan dan juga guru bisa mengambil inisiatif untuk
mengembangkan kapasitasnya secara mandiri.
Peran Kemendikbudristek
dalam implementasi Kurikulum Merdeka adalah menyediakan perangkat-perangkat
pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru dan sekolah secara mandiri untuk
meningkatkan kapasitas di masing-masing konteks. Jadi, tidak ada pelatihan yang
seragam untuk peningkatan kapasitas. Semuanya harus mencoba untuk memahami dan
menerjemahkan secara mandiri untuk konteksnya masing-masing.
4.
Proses Instan
Miskonsepsi selanjutnya
adalah bahwa dalam proses belajar mengimplementasikan Kurikulum Merdeka ini
seolah-olah bisa dilakukan secara instan. Nyatanya tidak ada proses belajar
yang instan, terlebih lagi untuk hal yang sekompleks penerapan kurikulum baru
untuk mengubah cara kita mengajar di dalam kelas.
Jadi, implementasi Kurikulum
Merdeka pasti membutuhkan proses. Akan ada maju-mundur ataupun turun-naiknya.
Hal yang terpenting adalah para guru dan juga sekolah tidak pernah berhenti
berproses, serta terus merefleksikan diri untuk memperbaiki proses yang telah
dijalankan.
5.
Hanya Bisa Diimplementasikan di Sekolah dengan Fasilitas Lengkap
Miskonsepsi yang terakhir
adalah seolah-olah Kurikulum Merdeka hanya dapat diimplementasikan pada sekolah
yang memiliki fasilitas lengkap. Ini adalah keliru karena Kurikulum Merdeka
adalah kurikulum yang fleksibel sehingga bisa dioperasionalkan menjadi
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan di sekolah mana pun, termasuk sekolah
dengan fasilitas minim.
Jadi, semua sekolah bisa
mengimplementasikan Kurikulum Merdeka tanpa perlu memikirkan apakah fasilitas
yang ada sudah memadai atau belum. Hal yang terpenting adalah kesiapan dan juga
dukungan seluruh warga sekolah dalam penerapan Kurikulum Merdeka.
Demikian info tentang Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka
yang Harus Diluruskan. Ayo semangat dan jangan keliru dalam memahami
implementasi Kurikulum Merdeka.
Tidak ada komentar
Posting Komentar