Apa yang dimaksud Budaya Sekolah atau Pengertian Budaya Sekolah ? Pengertian budaya sekolah adalah tradisi, nilai, norma dan kebijakan yang menjadi acuan dan keyakinan suatu sekolah yang dikembangkan dan digunakan bersama melalui kepemimpinan kepala sekolah (Fisher, D, 2012). Budaya sekolah mengatur dan mengikat hubungan antara pimpinan dengan guru, antarguru, guru dan peserta didik, guru-orang tua dan masyarakat sebagai kepedulian dan komitmen untuk meningkatkan keberhasilan belajar peserta didik.
Wujud
budaya belajar dalam suatu kelompok kehidupan dapat dilihat pada dua kategori bentuk.
Pertama, perwujudan budaya belajar yang bersifat abstrak yaitu konsekuensi dari
cara pandang budaya belajar sebagai sistem pengetahuan yang diyakini oleh individu
atau kelompok tertentu sebagai pedoman dalam belajar. Perwujudan budaya belajar
yang abstrak berada dalam sistem gagasan atau ide yang bersifat abstrak akan tetapi
beroperasi.
Kedua,
perwujudan budaya yang bersifat kongkrit. Perwujudan budaya belajar secara konkrit
dapat dilihat dalam bentuk; (a) perilaku belajar (b) ungkapan bahasa dalam belajar;
dan (c) hasil belajar berupa material. Budaya belajar dalam bentuk perilaku tampak
dalam interaksi sosial. Perilaku belajar individu atau kelompok yang berlatar belakang
status sosial tertentu mencerminkan pola budaya belajarnya.Perwujudan perilaku belajar
individu atau kelompok sosial dapat juga dilihat dari kondisi resmi dan tidak resmi
juga. Perbedaan dalam kondisi mencerminkan adanya nilai, norma dan aturan yang berbeda.
Bahasa adalah salah satu perwujudan budaya belajar secara kongkrit pada individu
atau kelompok sosial. Kekurangan dalam menggunakan bahasa sedikit banyak akan menghambat
percepatan dalam merealisasikan dan mengembangkan budaya belajar. Hasil belajar
berupa material menjadikan perwujudan konkret dari sistem budaya belajar individu
atau kelompok sosial. Hasil belajar tidak saja berbentuk benda melainkan keterampilan
yang mengarahkan pada keterampilan hidup (life skill).
Saat
ini perkembangan konsep pembelajaran telah mencapai pengertian dari pembelajaran
sebagai suatu sistem, dimana dalam pengertian ini cakupannya sangat luas, dilihat
dari berbagai aspek yang dapat terlibat dalam proses pembelajaran, tidak hanya adanya
interaksi antara seorang pendidik dan peserta didik saja, serta model pembelajaran,
yaitu model behavioristik yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif dari peserta
didik yang disebabkan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
canggih, yang menyebabkan peserta didik mengesampingkan aspek afektif, sehingga
dalam Kurikulum saat ini, yang ingin lebih ditonjolkan adalah aspek afektifnya,
supaya generasi penerus bangsa mewarisi budaya-budaya Indonesia yang ramah dan berakhlak
mulia. Dalam kerangka menciptakan budaya belajar sejarah yang baik maka seorang
guru sejarah tidak hanya mampu berinteraksi dengan baik dengan sesam guru, peserta
didik, orang tua dan masyarakat, tetapi juga dapat dijadikan suri tauladan bagi
peserta didiknya.
Pengembangan
Kultur (Budaya) Sekolah
Budaya
sekolah adalah sesuatu yang dikembangkan, diarahkan kembali (reshaping), dan diperkaya
agar mampu meningkatkan kinerja dan akuntabilitas sekolah. Untuk itu diperlukan
adanya:
•
Persamaan
pengertian mengenai apa yang disebut dengan budaya sekolah dan apa komponen budaya
sekolah yang dikembangkan dan dijadikan unggulan.
•
Menentukan
kriteria keberhasilan proses pelaksanaan budaya sekolah dan hasil dari budaya sekolah
yang dikembangkan.
•
Menentukan
alat ukur keberhasilan dan cara penilaian keberhasilan.
Untuk
menentukan keberhasilan pengembangan dan pelaksanaan budaya sekolah, perlu ditempuh
langkah-langkah berikut:
•
Merumuskan
secara jelas peran dan tugas kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan orangtua
peserta didik.
•
Mengembangkan
mekanisme komunikasi antarkomponen yang disebutkan di atas.
•
Berbagi
informasi mengenai pencapaian dan keberhasilan sekolah melalui koran/majalah dinding
sekolah, website, dan selebaran serta bentuk lainnya.
Berikut
faktor yang mempengaruhi Pengembangan Kultur (Budaya) Sekolah
1.
Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah
adalah pemimpin pendidikan suatu sekolah (educational leader). Kepala sekolah memiliki
peran penting dalam manajemen untuk mengembangkan budaya sekolah sehingga tercipta
suasana kerja yang edukatif, berorientasi pada kualitas, peningkatan kepedulian
pemangku kepentingan, dan peningkatan hasil belajar peserta didik.
2.
Hubungan Guru dengan Guru
Hubungan guru dengan
guru menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran . Hubungan tersebut adalah
hubungan profesional antara guru dengan guru yang mengajar mata pelajaran yang sama
di kelas berbeda, atau dengan guru antar kelas. Kerjasama antara guru tersebut diperlukan
dalam mengembangkan ketrampilan berpikir, keterampilan mengembangkan dalam langkah
pembelajaran (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi,
mengomunikasikan), dalam mengembangkan nilai, dan penilaian hasil belajar. Tujuan
dari kerjasama ini adalah untuk sinkronisasi pengembangan ketrampilan, dan nilai
serta kebiasan yang diiwujudkan dalam bentuk RPP.
3.
Hubungan Guru dengan Peserta Didik.
Tugas utama guru
adalah berusaha mengembangkan segenap potensi peserta didiknya secara optimal, agar
mereka dapat mandiri dan berkembang menjadi manusia-manusia yang cerdas, baik cerdas
secara fisik, intelektual, sosial, emosional,
moral dan spiritual. Sebagai konsekuensi logis dari tugas yang diembannya,
guru senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan peserta didiknya. Dalam konteks
tugas, hubungan diantara keduanya adalah hubungan profesional, yang diikat oleh
kode etik. Berikut ini disajikan nilai-nilai dasar dan operasional yang membingkai
sikap dan perilaku etik guru dalam berhubungan dengan peserta didik, sebagaimana
tertuang dalam rumusan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI):
a).
Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b).
Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak
dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c).
Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual
dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d).
Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan
proses kependidikan.
e).
Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan,
memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan
belajar yang efektif danefisien bagi peserta
didik.
f).
Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan
diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g).
Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi
perkembangan negatif bagi peserta didik.
h).
Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk
berkarya.
i).
Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan
martabat peserta didiknya.
j).
Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k).
Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak
peserta didiknya.
l).
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian
bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m).
Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi
yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n).
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang
tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o).
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta
didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p).
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
Dalam kultur Indonesia, hubungan guru dengan peserta didik sesungguhnya tidak hanya terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau selama berlangsungnya pemberian pelayanan pendidikan. Meski seorang guru sedang dalam keadaan tidak menjalankan tugas, atau sudah lama meninggalkan tugas (purna bhakti), hubungan dengan peserta didiknya (mantan peserta didik) relatif masih terjaga. Bahkan di kalangan masyarakat tertentu masih terbangun “sikap patuh pada guru” (dalam bahasa psikologi, guru hadir sebagai “reference group”). Meski secara formal, tidak lagi menjalankantugas-tugas keguruannya, tetapi hubungan batiniah antara guru dengan peserta didiknya masih relatif kuat, dan sang peserta didik pun tetap berusaha menjalankan segala sesuatu yang diajarkan gurunya.
Dalam keseharian kita melihat kecenderungan seorang guru ketika bertemu dengan peserta didiknya yang sudah sekian lama tidak bertemu. Pada umumnya, sang guru akan tetap menampilkan sikap dan perilaku keguruannya, meski dalam wujud yang berbeda dengan semasa masih dalam asuhannya. Dukungan dan kasih sayang akan dia tunjukkan. Aneka nasihat, petatah-petitih akan meluncur dari mulutnya.Begitu juga dengan sang peserta didik, sekalipun dia sudah meraih kesuksesan hidup yang jauh melampaui dari gurunya, baik dalam jabatan, kekayaan atau ilmu pengetahuan, dalam hati kecilnya akan terselip rasa hormat, yang diekspresikan dalam berbagai bentuk, misalnya: senyuman, sapaan, cium tangan, menganggukkan kepala, hingga memberi kado tertentu yang sudah pasti bukan dihitung dari nilai uangnya. Inilah salah satu kebahagian seorang guru, ketika masih bisa sempat menyaksikan putera-puteri didiknya meraih kesuksesan hidup. Rasa hormat dari para peserta didiknya itu bukan muncul secara otomatis tetapi justru terbangun dari sikap dan perilaku profesional yang ditampilkan sang guru ketika masih bertugas memberikan pelayanan pendidikan kepada putera-puteri didiknya.
4.
Hubungan Guru dengan Orang tua Peserta didik.
Guru dalam pandangan
masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu.
Guru menempati kedudukan terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang membuat mereka
dihormati. Para orangtua yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka
agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Jadi guru, adalah sosok
figur yang menempati posisi dan memegang
peranan penting dalam pendidikan. Menjadi guru berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah
suatu pekerjaan yang mudah, tetapi menjadi guru berdasarkan panggilan jiwa dan tuntutan
hati nurani adalah tidak mudah (Djamarah, 2005).
Orangtua adalah
orang yang telah melahirkan kita atau orang yang mempunyai pertalian
darah. Orangtua juga merupakan public figure yang pertama menjadi contoh bagi
anak-anak. Karena pendidikan pertama yang didapatkan anak-anak adalah dari orangtuanya.
Orangtua dan guru adalah satu tim dalam pendidikan anak, untuk itu keduanya perlu
menjalin hubungan baik. Bagi anak-anak yang sudah masuk sekolah, waktunya lebih
banyak dihabiskan bersama para guru daripada dengan orangtua. Kedengarannya mungkin
agak mengejutkan, tapi memang begitulah kenyataannya. Ketika orangtua pulang dari
tempat bekerja, anak-anak biasanya juga baru tiba dari mengikuti kegiatan setelah
jam sekolah. Hanya tersisa waktu beberapa jam saja untuk makan malam bersama, menyelesaikan
pekerjaan rumah dan mungkin menghadiri acara anak-anak, setelah itu semuanya tidur.
Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan agar terjalin hubungan baik antara orangtua dan guru dengan
orangtua peserta didik; (a) Perkenalkan anak dengan gurunya,(b). Mendatangi pertemuan
orangtua-guru, (c). Senantiasa berprasangka baik kepada guru, (d). Berkomunikasilah
secara teratur, dan (e). Berikanlah sumbangan.
Guru dan orangtua
peserta didik, sama-sama menginginkan yang terbaik untuk pendidikan anak-anak. Jika
Anda mendengar kabar yang buruk tentang guru, apakah ia galak, jahat, atau tidak
obyektif, maka tetap pertahankan hubungan baik Anda dengan sang guru. Cari tahu
masalah yang sebenarnya dengan menghubungi guru itu secara sopan. Jangan mengeluarkan
kata-kata yang buruk mengenai guru di depan anak Anda. Tetap fokus terhadap masalah
yang dihadapi, jadikan itu latihan bagi Anak bersikap terbuka. Berkaitan dengan
hubungan antara guru dan orangtua, dalam kode etik guru telah disebutkan tentang
hal tersebut, yaitu dalam pasal 6 (Nilai-Nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional)
bagian 2 tentang; Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Peserta didik: (1). Guru berusaha
membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali peserta didik dalam melaksanakan proses pendidikan, (2). Guru
memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan
peserta didik, (3). Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang
lain yang bukan orangtua/walinya, (4). Guru memotivasi orangtua/wali peserta didik
untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan,
(5). Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali peserta didik mengenai
kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. (6). Guru
menjunjung tinggi hak orangtua/wali peserta didik untuk berkonsultasi dengannya
berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan
pendidikan, (7). Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali peserta didik untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
5.
Hubungan Guru dengan Masyarakat.
Guru perlu memelihara
hubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan,misalnyamengadakan
kerjasama dengan tokoh masyarakat tertentu yang berorientasi pada peningkatan mutu
pembelajaran mata pelajaran yang diampunya. Beberapa hal yang hendaknya dilakukan
guru dalam hubungannya dengan masyarakat; (a).Menghormati tanggung jawab dasar dari
orangtua terhadap anak, (b). Menciptakan dan memelihara hubungan-hubungan yang ramah
dan kooperatif dengan rumah, (c). Membantu memperkuat kepercayaan murid terhadap
rumahnya sendiri dan menghindarkan ucapan yang mungkin merusak kepercayaan itu,
(d). Menghormati masyarakat dimana ia bekerja dan bersikap setia kepada sekolah,
masyarakat, bangsa, dan negara, serta (e). Ikut serta aktif dalam kehidupan masyarakat.
6.
Keteladanan Guru
Dalam dunia pendidikan
pada umumnya dan dalam pembelajaran pada khususnya, keteladanan sangat diperlukan
dan memiliki makna yang sangat tinggi. Dengan demikian, keberhasilan pada dunia
pendidikan, khususnya keberhasilan pembelajaran yang dilakukan seorang guru salah
satunya juga ditentukan oleh seberapa besar keteladanan yang diberikan pendidik
dan tenaga kependidikan.Pada usia anak-anak (sebelum anak memasuki perguruan tinggi)
masih sangat labil dan mencari-cari figur yang akan ditiru oleh anak didik yang
sesuai dengan kondisi diri masing-masing. Dalam kondisi sebagaimana dikemukakan,
nampak bahwa karakter anak didik pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh bagaimana
kondisi lingkungan yang ada.Untuk dapat memberikan kontribusi yang dapat membentuk
karakter anak didik sebagaimana yang diharapkan bersama, maka seluruh pendidik dan
tenaga kependidikan yang ada harus menciptakan suasana lingkungan yang kondusif.
Pendidik dan tenaga kependidikan harus memberikan dan menciptakan kondisi lingkungan
yang mendukung harapan kita semua kepada anak didik. Ingin kita bentuk seperti apa
anak didik kita, maka seperti keinginan kita itulah lingkungan harus dibentuk oleh
pendidik dan tenaga kependidikan. Lingkungan yang dibentuk oleh pendidik dan tenaga
kependidikan tidak dapat bertentangan (tolak belakang) dengan apa harapan kita
Tidak ada komentar
Posting Komentar