FGI
PENGERTIAN DAN UNSUR STRUKTURAL NOVEL
Pengertian Novel
Banyak ahli sastra yang telah mengemukakan
pendapatnya mengenai pengertian novel, namun hingga saat ini belum ada satu
patokan pun dari pendapat mereka yang dapat diterima oleh semua pihak. Hal ini
disebabkan karena dalam membicarakan novel cakupan wilayah yang sangat luas atau tidak hanya menyangkut
satu masalah saja tetapi banyak hal.
Sekalipun masih bersifat umum, berikut ini penulis ketengahkan beberapa pendapat para ahli sastra tentang definisi novel.
Novel menurut Tarigan (1985:154)adalah suatu
cerita prosa yang fiktif dan panjang yang melukiskan para tokoh, gerak serta
adegan kehidupan nyata yang refesentif dalam suatu keadaan yang agak kacau atau
kusut (dalam artian, keadaan yang penuh konflik).
Novel
lebih singkat dari pada roman, menampilkan satu episode saja. Dalam sastra Inggris istilah novel diperuntukan bagi roman
yang ditulis pada abad ke-20 (a novel by Graham Greene).
Sedangkan menurut Jassin, (1983:78) novel
menceritakan sesuatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang,
karena dari kejadian itu terlahir suatu konfliks, suatu pertikaian, yang
mengalihkan jurusan nasib mereka.
Novel dianggap sebagai dokumen atau kasus
sejarah sebagai pengakuan (karena ditulis dengan sangat menyakinkan) sebagai
sebuah cerita kejadian sebenarnya, sebagai sejarah hidup seseorang dan
zamannya. (Wellek and Waren 1989:276)
Dari berbagi pendapat diatas dapatlah
disimpulkan bahwa novel adalah cerita fiktif yang melukiskan kehidupan para
tokoh dan disusun dalam suatu alur tertentu.
Kata fiktif yang dimaksud bukanlah merupakan
lawan dari kata “kenyataan” melainkan lawan dari “fakta”, tetapi juga bukan
merupakan hasil, dari kayalan belaka, karena yang dihasilkan pengarang adalah
hasil dari pemikiran atas dunia yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Begitu
pula kebenaran yang ada dalam dunia sastra tidak bisa disejajarkan dengan
kebenaran dunia nyata, karena novel itu dihadirkan ketengah-tengah masyarakat
untuk membentangkan segala permasalahan hidup, sekaligus menawarkan nilai-nilai
dan cara pemecahan masalahnya, Nilai-nilai itu diharapkan dapat mengembalikan
manusia pada keberadaannya.
E.M Forester mengatakan dalam bukunya
“Aspect of the novel” bahwa sedikit sekali orang yang kita kenal jalan
fikirannya dan motivasinya, Oleh karena itu, novel sangat berjasa mengungkapkan
kehidupan batin tokoh-tokohnya, (Wellek and Waren, 1989:35).
Berdasarkan uraian tersebut dapatlah
disimpulkan lebih jelas lagi bahwa pengertian novel adalah suatu bentuk cerita
fiktif yang menceritakan atau melukiskan kehidupan para tokoh di dalam
menghadapi dan memecahkan suatu masalah, yang disusun dalam suatu alur atau
jalan cerita tertentu. Sehingga dengan membaca sebuah novel kita akan dapat mengetahui
jalan pikiran orang lain dan dari orang lain pula kita bisa belajar tentang
kehidupan, bisa menyelaraskan pola hidup yang tidak merugikan diri sendiri dan
orang lain serta memiliki iman yang tebal.
Unsur – Unsur Struktural Novel
Novel merupakan hasil karya seorang
sastrawan yang melalui suatu proses kreatif sastra yang disusun dalam alur
tertentu dan dibangun oleh beberapa unsur yang selalu terkait, sehingga menjadi
satu kesatuan yang padu dan utuh.
Pendek kata novel adalah suatu sistem yang
terdiri atas beberapa komponen atau unsur yang terorganisasi sehingga menjadi
suatu kesatuan yang bulat dan utuh untuk mencpai suatu tujuan tertentu yang
diharapkan.
Unsur-unsur
yang membangun suatu novel itu (unsur struktural) meliputi: tema, alur, peokohan,
latar belakang, tegangan dan padahan, suasana, pusat pengisahan dan gaya
bahasa. (Suharianto, 1982:37). Sedangkan menurut Lukman Ali, (1967:116)
unsur-unsur tersebut meliputi: alur, penokohan, latar, sudut pandang, tema dan amanat.
Berdasarkan
beberapa pendapat ahli tersebut dapat penulis simpulkan bahwa unsur-unsur yang
membangun suatu novel meliputi: tema, amanat, alur, penokohan, setting, pusat
pengisahan, dan gaya bahasa.
Berikut
akan penulis jelaskan satu persatu mengenai unsur-unsur pembangun novel
tersebut.
1. Tema dan
amanat
Tema adalah suatu gagasan yang mendasari
suatu cerita. Dalam suatu cerita, tema ini menduduki suatu titik yang sentral,
karena cerita itu dikembangkan berdasarkan tema yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Tema akan selalu menjiwai keseluruhan karangan atau cerita.
Tema memiliki peranan yang sangat besar di
dalam suatu certa, karena berhasil tidaknya suatu cerita ditentukan pula oleh
ketepatan dalam pemilihan tema. Suatu cerita yang tidak memiliki tema tentu tak
ada gunanya dan artinya. (Tarigan 1985:125).
Sekarang kita mengetahui betapa pentingnya
suatu tema dalam cerita rekaan, untuk itu kita perlu tahu pula apakah tema itu?
Berikut ini akan penulis jelaskan tentang
pengrtian tema menurut para ahli sastra, yang kemudian akan penulis simpulkan
berdasarkan pendapat yang ada.
Brockes dan Werren menjelaskan bahwa pengertian
tema sebagai berikut: ”tema adalah dasar
atau makna suatu cerita atau novel (dalam Tarigan,1985:126).
Tema adalah gagasan dasar umum yang menopang
sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur sematik
dan menyangkut persamaan-persamaan maupun perbedaan-perbedaan. (Dick Hartoko
dan B. Rahmanto, Remandu di dunia sastra :1985:142).
Scarbach Dalam Aminudin,1987:91) menyatakan
bahwa tema berasal dari bahsa latin, yang berarti tempat meletakan sesuatu
perangkat. Disebut demikian, karena tema adalah ide yang mendasari suatu
cerita, sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan
karya fiksi yang diciptakannya.
Selanjutnya Panuti Sujiman menjelaskan, tema adalah gagasan yang
mendasari karya sastra. Tema itu kadang-kadang di dukung oleh pelukisan latar,
dalam karya lain tersirat dalam lakuan tokoh, atau dalam penokohan.
Tema bahkan menjadikan faktor yang mengikat
peristiwa-peristiwa dalam suatu alaur. (1987:51).
Berdasarkan pendapat para ahli, tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa tema adalah suatu ide atau pokok pikiran yang
utama yang mendasari pengembangan keseluruhan cerita, sehingga berperan sebagai
pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya dan
akan selalu menjiwai cerita dan mengikat unsur-unsur cerita itu.
Setelah kita membaca suatu karya sastra kita
akan mendapatkan suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan
pengarang, itulah yang disebut amanat (Panuti sudjiman, 1987:57).
Selanjutnya dalam bahasa Inggris dikatakan
bahwa amanat, pesan itu sama dengan “message” yang berarti pesan yang ingin
disampaikan pengarang lewat karyanya (cerpen/novel) kepada para pembaca atau
pendengar (Dick Hartoko dan B, Rahmanto,
Pemandu di dunia sastra, 1985:10).
Dari dua pendapat tersebut sudah dapat
disimpulkan bahwa pengertian amanat adalah suatu pesan, ajaran moral yang ingin
disampaikan pengarang lewat karyanya kepada pembaca atau pendengar. Pesan ini
bisa disampaikan secara tersurat maupun tersirat.
2. Alur
Alur disebut juga plot atau jalan cerita.
Alur merupakan salah satu unsur pembentuk novel. Pada bagian alur nampak
bagaimana usaha pengarang dalam menyususun cerita untuk mengerjakan tema,
membeberkan ide serta menyampaikan amanat kepada pembaca.
Untuk lebih jelasnya tentang pengertian
alur, berikut akan penulis kutip pendapat dari beberapa ahli sastra.
Alur adalah rangkaian cerita yang oleh
tahapan-tahapan peristiwa, sehingga terjadi suatu yang dihadirkan oleh para
pelaku dalam suatu cerita (Aminudin, 1987:83). Sedangkan menurut Tarigan, yang
dimaksud alur atau plot ialah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau
drama (Taringan, 1985:126).
Selanjutnya Panuti sudjiman mengumpamakan
alur itu sangkutan, tempat menyangkutkan bagian-bagian cerita, sehingga
terbentuklah suatu bangunan yang utuh. (1987:29).
Alur sama dengan plot. Secara komplomenter
berkaitan dengan cerita (story). Cerita sama dengan urutan peristiwa secara
kronologis semata-mata. (Forster, Aspect of the novel, 1927).
Berdasarkan beberapa uraian tersebut penulis
mempunyai beberapa kesimpulan bahwa alur atau plot adalah rangkaian cerita yang
oleh tahapan-tahapan peristiwa dan struktur gerak yang terdapat dalam suatu
cerita fiksi dimana terdapat sangkutan antara bagian yang satu dengan yang
lain. Sehingga terjadi suatu yang dihadirkan oleh para pelaku untuk membentuk
suatu bangunan cerita yang utuh.
Alur tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur
cerita lain, karena merupakan bagian integral suatu cerita. Sehingga andaikata
unsur-unsur tersebut dipisahkan dari suatu cerita, maka cerita itu akan matii atau
beku sehingga tak lebih hanya sederetan fakta atau data saja.
Pengaluran yang harmonis akan menjadikan
cerita lebih memikat, nampak betul-betul hidup, dan pembaca bisa hanyut dalam
arus cerita yang dibacanya.
Plot atau alur dalam suatu cerita tidak
harus dimulai dari pemaparan, pengngawatan dan seterusnya, tetapi bisa
berubah-rubah berlangsungnya susunan cerita. Hal ini memungkinkan jalan cerita
nampak realitis, tidak dibuat-buat oleh pengarangnya.
Perlu diketahui pula bahwa alur dalam cerita
fiktif tidak harus ada satu pemaparan, penajakan dan sebagainya, melainkan bisa
lebih dari satu. Hal ini nampak pada pengaluran yang terdapat dalam novel “para
priyayi” (objek kajian skripsi ini).Setelah itu juga ditemui monolog interior
dalam cerita (ungkapan yang hanya ada dalam benak tokoh dan tidak dilisankan)
yang memungkinkan bisa mengaburkan alur.
Menurut susunannya alur bisa dibedakan atas
tiga bentuk yaitu :
Alur lurus (cerita yang disusun dari titik
awal dilanjutkan peristiwa berikutnya sampai akhir cerita);
Alur sorot balik (cerita yang disusun dari
bagian akhir dan bergerak menuju bagian awal);
Alur campuran (campuran antara alur lurus
dengan alur sorot balik).
Alur dalam cerita rekaan, terdiri dari
beberapa tahapan yang masing-masing tahapan salaing berkaitan. Tahapan alur itu
biasanya disebut struktur alur.
Panuti Sudjiman (1987:30) menggambarkan
struktur umum alur itu sebagai berikut :
Awal : 1.
Paparan (exposition)
2. Rangsangan (inciting moment)
3. Gawatan (rising action)
Tengah: 1.
Tikaian (conflict)
Rumitan (complication)
Klimaks (climaks)
Akhir: 1.
Leraian (falling action)
2.
Selesaian (denoument)
Sehubungan
dengan tahap-tahap alur di atas, secara sederhana HB, Jassin mengatakan bahwa
alur atau plot terdiri atas tiga bagian yaitu permulaan; pertikaian dan
penyelesaian (1965:65).
Selanjutnya
tentang tipe alur, Saleh Saad membedakan antara alur/plot yang erat dan
longgar. (Lukman Ali, 1967:122)
Dalam plot
yang erat, antara peristiwa satu dengan yang lain peristiwa itu organik sekali,
tidak ada sebuah peristiwapun yang dapat dihilangkan sebab kalau dihilangkan
akan mengganggu keseluruhan cerita. Sedangkan yang dimaksud alur longgar adalah
hubungan peritiwa yang satu dengan lain tidak tidak sepadu dalam alur erat,
sehingga mungkin ada peristiwa yang dapat ditinggalkan tanpa mengganggu
keterpaduan cerita.
3. Penokohan
Masalah watak dan penokohan dalam suatu
cerita merupakan hal yang kehadirannya sangat penting, bahkan menentukan. Fiksi
mempunyai sifat bercerita dan yang diceritakan adalah manusia dengan segala
kemungkinannya.
Penokohan adalah bagaimana cara pengarang
menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam sebuah cerita rekaan
(Esten, 1990:27). Setiap tokoh mempunyai watak yang berbeda dengan tokoh
lainnya.
Menurut Robert Stanton yang dikutip Baribin
(1985:54) perwatakan dalam suatu fiksi biasanya dapat dipandang dari dua segi.
Pertama, mengacu kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita. Dan yang
kedua, mengacu kepada pembauran dan minat, keinginan, emosi dan moral yang
membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita.
Sedangkan Sudjiman (1991:23) mengartikan
penokohan sebagai penyajian watak tokoh
dan penciptaan citra tokoh dalam karya sastra. Tokoh itu sebenarnya tidak ada
dalam dunia nyata. Namun, boleh jadi tokoh itu mempunyai sifat dan watak yang
sama dengan seseorang yang kita kenal.
Menurut Mursal Esten (1990:27) ada dua cara
menggambarkan watak tokoh-tokoh dalam suatu cerita.
Secara analitik, pengarang langsung
menceritakan watak tokoh-tokohnya.
Secara dramatik, pengarang tidak langsung
menggambarkan watak tokoh-tokohnya tetapi melaui penggambaran tempat,
lingkungan tokoh, bentuk lahir, percakapan (dialog) maupun melalui perilakunya.
4. Latar
atau Setting
Latar atau setting adalah lingkungan tempat
peristiwa terjadi. Termasuk dalam latar adalah tempat atau ruang yang dapat
diamati serta waktu, hari, tahun, musim atau periode. Hal ini sejalan dengan
pendapat Aminuddin (1987:65) yang menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa dalam cerita
fiksi selalu dilatarbelakangi oleh tempat, waktu maupun situasi tertentu.
Dalam cerita fiksi latar bukan hanya
berfugsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat cerita menjadi
logis, tetapi juga memiliki fungsi psikologis, sehingga latar dapat memperjelas
makna tertentu yang mengarahkan emosi atau aspek kejiwaan pembaca.
Latar fisikal berhubungan dengan tempat
serta bentuk dalam lingkungan tertentu, sedangkan latar psikologis dapat berupa
suasana maupun sikap serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat tertentu.
Untuk memahami latar yang bersifat fisikal pembaca cukup melihat dari apa yang
tersurat, sedangkan untuk melihat latar psikologis membutuhkan penghayatan atau
penapsiran.
5. Sudut
Pandang
Menurut
Muchtar Lubis (1981:20) untuk menceritakan suatu cerita pengarang boleh memilih
dari sudut mana ia akan menceritakan cerita itu, apakah dia sebagai orang di
luar cerita ataukah dia sebagai orang yang berperan dalam cerita. Dengan
demikian sudut pandang dapat diartikan sebagai posisi pengarang dalam cerita
yang dibuatnya.
Selanjutnya
Muchtar Lubis (1981:20) menjelaskan bahwa terdapat empat jenis sudut pandang,
yakni:
a) Author Participant, penagarang turut
mengambil bagian dalam cerita. Di sini pengarang biasanya sebagai tokoh utama
dengan kata lain “aku” atau hanya
mengambil bagian saja (tokoh bawahan)
b) Author Observer, pengarang sebagai peninjau.
c) Author Omniscient atau orang ketiga, dipakai
pengarang dengan menggunakan kata “dia”.
d) Multiplek atau campuran dari ketiganya.
Nilai Pendidikan dalam Karya Sasatra
Karya sastra
sebagai hasil karya manusia mengandung nilai-nilai pendidikan, hal ini karena
sastra dapat mengembangkan aspek cipta, rasa dan karsa manusia. Setidaknya ada
tiga nilai pendidikan yang terdapat dalam suatu karya sastra, yakni: nilai
sosial, nilai ketuhanan, dan nilai estetis.
Nilai Sosial
Nilai sosial
merupakan himah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial
berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi disekitarnya yang ada
hubungannya dengan orang lain, cara berpikir sosial, dan sebagainya.
Sikap seseorang
terhadap peristiwa sosial yang terjadi disekitarnya dapat dipergunakan untuk
mmengetahui seberapa jauh kadar cita rasa sosial yang dimilikinya.
1) Nilai
Ketuhanan
Sebuah novel yang baik, ia tidak akan lepas
dari nilai-nilai ke-Tuhanan. Novel tersebut akan memberikan pendidikan
ke-Tuhanan terhadap para pembacanya. Nilai ketuhanan itu sendiri bukan hanya
meliputi kegiatan religi, tetapi juga kegiatan religiusitas.Artinya, tidak
hanya meliputi pernyataan agama sebagai wujud ke-Tuhanan, tetapi juga mencakup totalitas citra rasa pribadi
manusia yang mengakui agama.
Nilai pendidikan ke-Tuhanan dalam suatu
novel mencakup, antara lain: sikap yang mencerminkan nilai keagamaan dan
perbuatan yang mencerminkan pengamalan akan nilai-nilai keagamaan yang
dianutnya. Kedua hal tersebut dapat terungkap dalam sutau novel secara tersurat
maupun melalui dialog dan perbuatan para tokoh yang peran dalam cerita
tersebut.
2) Nilai Estetis
Nilai pendidikan estetis dalam sebuah novel
terlihat dari keindahan untaian kata-kata yang dapat membangkitkan emosi
artistik pembaca serta mampu menjadikan karya sastra terasa indah. Keindahan
tersebut dapat pula terungkap melalui gaya bahasa yang digunakan, diksi
(pilihan kata), jalinan peritiwa, latar dan penokohan.
Umumnya pilihan kata dan penempatan kata
yang tepat mampu menciptakan keindahan. Keindahan tercipta itu akan membawa
pembaca merasakan terlibat suasana atau keadaan yang sesuai dengan cerita itu.
Selain itu, jalinan peritiwa yang dialami tokoh, dan latar yang diungkapkan
dapat pula bernilai seni apabila mampu membangkitkan rasa estetis pembacanya
Terima kasih atas informasinya yang sangat bermanfaat. Terus terang saya sudah menjadi langganan blog Anda. Oleh karena itu kami trus menunggu uptodate infonya
BalasHapusKakak, aku mau nanya. Bisa ngga sih buat novel romance tapi latar tempatnya bikin sendiri? Mohon dijawab :)
BalasHapusTentu bisa, yang tidak bisa bukan novel tapi sejarah
Hapus