Kridalaksana
berpendapat bahwa dalam pandangan gramatikal, menganggap tata bahasa sebagai
subsistem yang hirarkis: Kalimat hanyalah merupakan salah
satu satuan sintaksis yang tetap terikat pada satuan yang lebih besar, atau
dapat berdiri sendiri. Ada kemungkinan
secara relatif dalam satuan yang lebih besar kalimat itu
berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, secara aktual dan potensial
terdiri dari klausa. Diawali dengan huruf kapital dan diakhiri oleh tanda akhir
seperti: titik, tanda seru, tanda tanya, atau tidak ditandai apa-apa di
belakangnya (Kridalaksana, 1985:163).
Menurut pandangan
Keraf (1991:185):“Kalimat adalah bagian ujaran yang didahului dan diakhiri oleh
kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap. Kalimat dapat terdiri
dari sebuah kata, sebuah frase, sebuah klausa, atau merupakan gabungan dari
ketiga unsur di atas. Hanya saja untuk membedakan kalimat dari kata, frase,
ataupun klausa terletak pada intonasinya. Ukuran atau ciri utama sebuah kalimat
menurut Gorys adalah intonasinya”.
Selanjutnya Chaer (1994:240).
mengungkapkan: “Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap”.
Selain itu Chaer
(1998:378) melihat pula kalimat dari segi kelengkapan sintaksisnya. Menurutnya
kalimat adalah: “… Bahasa yang berisi pikiran atau amanat yang lengkap.
Lengkap berarti di dalam satuan bahasa yang disebut kalimat itu terdapat:
- unsur atau bagian yang menjadi pokok pembicaraan atau yang lazim disebut dengan istilah subjek (S).
- unsur atau bagian yang menjadi komentar tentang subjek yang lazim disebut dengan istilah predikat (P).
- unsur atau bagian yang merupakan pelengkap dari predikat yang lazim disebut dengan istilah objek (O).
- unsur atau bagian yang merupakan penjelasan lebih lanjut terhadap predikat dan subjek yang lazim disebut dengan istilah keterangan (K).
Di samping itu
menurut Sugono, ada tidaknya suatu
pernyataan berbentuk kalimat atau bukan diajukan dua unsur persyaratan
yaitu: (1) unsur predikat, dan (2) unsur permutasi.
Dalam unsur predikat
dapat dilakukan pemeriksaan apakah penggunaan verba, nomina, atau adjektiva.
Dalam hal permutasi
terjadilah perubahan intonasi, perubahan urutannya, karena perubahan urutan itu
tidak mengubah informasi dasar, maka untaian kata-kata itu merupakan kalimat.
Selanjutnya menurut
Sugono (1997:26-27) “Setiap kalimat dalam struktur lahirnya sekurang-kurangnya
memiliki predikat. Dengan kata lain, jika suatu pernyataan memiliki predikat,
pernyataan itu merupakan kalimat, sedangkan suattu untaian kata yang tidak
memiliki predikat disebut frase”.
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat kalimat adalah
satuan gramatikal di bawah wacana yang mengungkapkan suatu susunan pikiran yang
lengkap sehingga terjalin komunikasi antar orang yang berbicara atau menulis
dengan orang yang mendengar atau membacanya.
Selain itu, ada
kemungkinan kalimat itu berdiri sendiri dalam kesatuan yang lebih besar,
mempunyai pola intonasi final, secara aktual dan potensial terdiri dari klausa.
Dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis (kata, frase, klausa), kalimat
dipandang sebagai suatu kontruksi yang disusun dari konstituen dasar, yang
biasanya berupa klausa, dosertai intonasi final, dan bila diperlukan dilengkapi
dengan konjungsi.
Kalimat
Aktif
Menurut Kridalaksana pengertian kalimat aktif adalah: Kalimat yang subjeknya sebagai pelaku atau penangkap.
Biasanya verba kalimat aktif berprefiks men-, ber-, atau tanpa prefiks
(Kridalaksana, 1985:52-54).
Selanjutnya menurut
Moeliono (1992:93) kalimat aktif adalah: kalimat yang subjeknya adalah pelaku, pengalam,
peneral. Sasaran dalam bentuk aktif dapat berbentuk klitika pronominal persona
tunggal (-ku), (-nya) yang berpadu dennngan bentuk aktif verba.
Selain itu, Tarigan
(1984:114) menyatakan: “Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai
pelaku atau aktor”. Menurutnya kalimat aktif adalah kalimat yang menyatakan
suatu perbuatan yang aktif, perbuatan yang dilakukan oleh pelaku yang menduduki
fungsi subjek; bentuk dasarnya dapat berupa pokok kata dan kata kerja. Kalimat
aktif kata kerjanya dapat berupa berimbuhan meN-, meN – i, dan meN – kan, atau
ber-.
Berdasarkan
pembehasan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hakikat kalimat aktif
adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku perbuatan, aktor,
penanggap, pengalam, pemokokkan atau
atau agens, dan predikatnya terdiri dari kata kerja atau verba yang
berawalan ber-, me-, beserta variasinya,
atau tidak berimbuhan apa-apa. Dapat pula menggunakan klitika –ku sebagai
pengganti aku, klitika –mu sebagai pengganti kamu dan klitika –nya mengacu pada
pemilikan. Selain itu, dapat berbentuk kalimat aktif transitif yaitu kalimat
aktif yang memerlukan objek atau kalimat aktif transitif yaitu kalimat aktif
yang tidak memerlukan objek.
Kalimat
Pasif
Menurut Alwi
(1998:32), pengertian Kalimat aktif
adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai
pelaku
Ramlan (1992:22)
menyatakan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia adalah: kalimat yang
predikatnya kata kerja bentuk pasif, sedangkan kata kerjanya berprefiks di-,
ke-an, dan ter-, dan bentuk kata kerja bentuk diri. Ditinjau dari maknanya,
kalimat bentuk pasif dikenai tindakan atau
menderita karena tindakan.
Sedangkan menurut
Moeliono (1992:94), subjek bentuk pasif adalah sasaran/tujuan/penderita yang
dalam bentuk aktif menempati gatra objek.
Sementara itu Tarigan
(1984:26) mengatakan bahwa “kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya
berperan sebagai penderita. Kalimat pasif kata kerjanya dapat berimbuhan di-,
ter-, dan ke-an”.
Berdasarkan
teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat pasif adalah kalimat yang
subjeknya berperan sebagai penderita, predikatnya terdiri dari kata kerja yang
berimbuhan di-, ter-, dan ke-an.
kalau menulis sesuatu, tolong referensinya juga disertakan supaya tulisan ini bisa dirujuk. terima kasih
BalasHapus