Pengertian Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Emosional. Emosi berasal dari perkataan emotus atau emovere, yang artinya mencerca “to strip up”, yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, emosi dapat diartikan sebagai: 1) luapan perasaan yang berkembang dan surut diwaktu singkat; 2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis, seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subyektif.
Crow
& Crow (Efendi dan Praja, 1985:81) mengatakan, bahwa emosi merupakan suatu
keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi atau berperan sebagai
inner adjustment, atau penyesuaian dari dalam terhadap lingkungan untuk
mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu tersebut.
W.
James dan Carl Lange (Efendi dan Praja, 1985:82) mengatakan, bahwa emosi
ditimbulkan karena adanya perubahan-perubahan pada sistem vasomater “otak-otak”
atau perubahan jasmaniah individu. Misalnya, individu merasa senang, karena ia
tertawa bukan tertawa karena senang, dan sedih karena menangis. Menurut Harvey
Carr, bahwa emosi adalah penyesuaian organis yang timbul secara otomatis pada
manusia dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Misalnya, emosi marah timbul
jika organisme dihadapkan pada rintangan yang menghambat kebebasannya untuk
bergerak, sehingga semua tenaga dan daya dikerahkan untuk mengatasi rintangan
itu dengan diiringi oleh gejala-gejala seperti denyut jantung yang meninggi,
pernafasan semakin cepat, dan sebagainya.
Sedangkan
menurut W.B. Cannon, bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme
dalam situasi emergency “darurat”. Teori emergency, didasarkan pada pendapat
bahwa ada antagonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-saraf simpatis
dengan cabang-cabang oranial dan sacral daripada susunan syaraf otonom. Jadi,
apabila saraf-saraf simpatis aktif, maka saraf otonom non aktif, dan demikian
sebaliknya.
Dari
ungkapan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah merupakan
warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang
dimaksud warna afektif, adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada
saat menghadapi situasi tertentu, misalnya gembira, bahagia, putus asa,
terkejut, benci (tidak senang), iri, cemburu, dan sebagainya.
Apabila
ditinjau dari psikologi analisa, maka emosi dapat dijelaskan secara berbeda-beda,
karena ada dua hal yang mendasari pengertian emosi menurut psikologi analisa,
yaitu:
a.
Naluri kelamin “sexual instinct”, yang oleh Freud disebut juga “libido”, yaitu
merupakan motif utama dan fundamental yang menjadi tenaga pendorong pada bayi-bayi
baru lahir.
b.
Naluri terdapat pada ego, ini adalah lawan dari libido, yang menganut prinsip
kenyataan, karena mengawasi dan menguasai libido dalam batas-batas yang dapat
diterima oleh lingkungan. Di lain pihak ego juga berusaha merumuskan libidonya,
prinsip ini terdapat pada orang-orang yang sudah lebih dewasa.
Dalam
rangka inilah, Freud mengembangkan doktrinnya mengenai emosi, yang kemudian
dibatasinya hanya pada kecemasan “anxiety”, sebagai salah satu bentuk emosi
yang sangat penting dalam teori psikoanalisa. Anxiety timbul karena
pertentangan antara kedua prinsip tadi, yaitu prinsip kesenangan “libido” dan
prinsip kenyataan. Dan macam-macam anxiety, adalah sebagai berikut:
a.
Obyektive anxiety. Ini timbul karena akibat lemahnya ego terhadap ide, karena
sejak lahir seorang individu telah dihadapkan kepada keadaan obyektif yang
bersifat menekan. Obyektive anxiety yang primer adalah trauma kelahiran, yang
merupakan dasar bagi timbulnya obyektive anxiety lainnya (skunder dan
seterusnya).
b.
Neurotic anxiety. Ini timbul dari obyektive anxiety, khususnya timbul karena
perasaan takut terhadap akibat yang mungkin timbul bilamana tuntutan libido
dipenuhi, terlebih lagi kalau akibat itu punya arti sosial. Neurotic anxiety,
mempunyai dua bentuk, yaitu:
1)
Free-floating anxiety, yaitu suatu keadaan cemas di mana individu selalu
menantikan sesuatu yang paling buruk yang mungkin terjadi, akibatnya ia akan
selalu berada dalam keadaan cemas takut menghadapi akibat yang buruk dalam
situasi yang tidak menentu.
2)
Phobia, di sini obyek yang ditakuti jelas, hanya alasan-alasannya mengapa
individu takut tidak jelas.
c.
Moral anxiety. Kecemasan ini timbul dari akibat lemahnya ego terhadap super
ego. Super ego berkembang karena larangan-larangan dan pembatasan-pembatasan
moril yang berasal dari orang tua dan lingkungan, dengan kata lain, sumber dari
moral anxiety adalah obyek, yaitu takut kehilangan kasih sayang, dukungan,
good-will dari orang tua maupun orang lain dalam masyarakat. Juga moral
anxiety, timbul karena perasaan takut mendapat hukuman dari orang tua atau
masyarakat.
CT.
Morgan, bahwa terdapat beberapa aspek-aspek emosi, yaitu bahwa:
a.
Emosi adalah sesuatu yang sangat erat hubungannya dengan kondisi tubuh,
misalnya denyut jantung, sirkulasi darah, dan pernafasan.
b.
Emosi adalah sesuatu yang dilakukan atau diekspresikan, misalnya tertawa,
tersenyum, menangis.
c.
Emosi adalah sesuatu yang dirasakan, misalnya merasa jengkel, kecewa, senang.
d.
Emosi juga merupakan suatu motif, sebab ia mendorong individu untuk berbuat
sesuatu, kalau individu itu beremosi, senang, atau mencegah melakukan sesuatu
kalau ia tidak senang.
Oleh
karena itu, apabila seseorang sudah dapat memanage, mengawasi, mengontrol, dan
mengatur emosinya dengan tepat, baik ketika orang tersebut berhadapan dengan
pribadinya, berhadapan dengan orang lain, orang tua, teman-teman, atau
masyarakat, berhadapan dengan pekerjaan, atau masalah-masalah yang muncul, maka
orang tersebut sudah dapat dikatakan mempunyai kecerdasan emosional. Karena
kecerdasan emosional adalah potensi yang dimiliki seseorang untuk beradaptasi
dengan lingkungannya.
Menurut
Devies dan rekan-rekannya, bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang untuk mengendalikan dirinya sendiri dan orang lain, dan menggunakan
informasi tersebut untuk menuntun proses berpikir serta perilaku seseorang.
Adapun Eko Maulana Ali Suroso (2004:127) mengatakan, bahwa kecerdasan emosional
adalah sebagai serangkaian kecakapan untuk memahami bahwa pengendalian emosi
dapat melapangkan jalan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.
Kecerdasan
emosi merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki oleh seseorang dan sangat
berguna untuk menghadapi, memperkuat diri, atau mengubah kondisi kehidupan yang
tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.
Kecerdasan
emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri, dan empati pada perasaan orang lain. Orang yang cerdas
emosinya, akan menampakkan kematangan dalam pribadinya serta kondisi
emosionalnya dalam keadaan terkontrol. Kecerdasan emosional merupakan daya
dorong yang memotivasi kita untuk mencari manfaat dan potensi, dan mengaktifkan
aspirasi nilai-nilai kita yang paling dalam “inner beauty”, mengubahnya dari
apa yang dipikirkan menjadi apa yang kita jalani.
Jadi,
kecerdasan emosional adalah gabungan
dari semua emosional dan kemampuan sosial untuk menghadapi seluruh aspek
kehidupan manusia. Kemampuan emosional meliputi, sadar akan kemampuan emosi
diri sendiri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan
menyatakan perasaan orang lain, dan pandai menjalin hubungan dengan orang lain.
Kemampuan ini, merupakan kemampuan yang unik yang terdapat di dalam diri
seseorang, karenanya hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
kemampuan psikologi seseorang. Dan apabila kemampuan untuk memahami dan
mengendalikan emosi siswa dalam belajar sudah baik, maka hal itu akan
menumbuhkan semangat, motivasi, dan minat untuk belajar pada diri siswa.
Ciri-ciri Emosi
Menurut
JB. Waston, bahwa pada dasarnya manusia mempunyai tiga emosi dasar, yaitu:
a)
Fear “takut”, yang dalam perkembangan selanjutnya bisa menjadi anxiety “cemas”.
b)
Rage “kemarahan”, yang akan berkembang antara lain menjadi anger “marah”.
c)
Love “cinta”, yang akan berkembang menjadi simpati.
Sedangkan
menurut R. Descartes sebagaimana dikutip oleh E. Usman Efendi dan Juhaya S.
Praja, bahwa emosi-emosi dasar yang terdapat pada manusia sebanyak enam macam,
yaitu:
a)
Desire “keinginan”
b)
Hate “benci”
c)
Wonder “kagum”
d)
Sorrow “kesedihan”
e)
Love “cinta”
f)
Joy “kegembiraan”.
Emosi
sebagai suatu peristiwa psikologis, mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a)
Lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti
pengamatan dan berpikir.
a)
Bersifat tidak tetap (fluktuatif).
b)
Banyak berkaitan dengan peristiwa pengenalan panca indera.
c)
Berlansung singkat dan berakhir tiba-tiba.
d)
Terlihat lebih kuat dan hebat.
e)
Bersifat sementara dan dangkal.
f)
Lebih sering terjadi.
g)
Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.
Sedangkan
pendapat lain mengatakan, bahwa ciri-ciri utama dari pikiran-pikiran emosional,
adalah sebagai berikut:
a)
Respon yang cepat tetapi ceroboh.
b)
Pertama adalah perasaan, kedua pemikiran.
c)
Realitas simbolik yang seperti anak-anak.
d)
Masa lampau yang diposisikan masa sekarang.
e)
Realitas yang ditentukan oleh keadaan.
Pengelompokkan Emosi
Emosi
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan kejiwaan
(psikis), yaitu sebagai berikut:
1) Emosi
sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap
tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
2) Emosi
psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi
ini, di antaranya adalah:
3) Perasaan
intelektual, yaitu yang mempunyai hubungannya dengan ruang lingkup kebenaran.
4) Perasaan
sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungannya dengan orang lain, baik
bersifat perorangan maupun kelompok.
5) Perasaan
susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau
etika.
6) Perasaan
keindahan (estetika), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari
sesuatu, baik bersifat kebendaan atau kerohanian.
7) Perasaan
ketuhanan, yaitu salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan,
dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya.
Kompetensi Kecerdasan
Emosional
Bagaimana
Jenis Kompetensi Kecerdasan Emosional? Dalam
menelaah kompetensi seseorang yang didasarkan pada tingkat kecerdasan
emosional, maka dapat dikelompokkan ke dalam empat dimensi, yaitu:
1.
Kesadaran diri sendiri
Kemampuan
seseorang sangat tergantung kepada kesadaran dirinya sendiri, juga sangat
tergantung kepada pengendalian emosionalnya. Apabila seseorang dapat
mengendalikan emosinya dengan sebaik-baiknya, memanfaatkan mekanisme berpikir
yang tersistem dan kontruksi dalam otaknya, maka orang tersebut akan mampu
mengendalikan emosinya sendiri dan menilai kapasitas dirinya sendiri. Orang
dengan kesadaran diri yang tinggi, akan memahami betul tentang impian, tujuan,
dan nilai yang melandasi perilaku hidupnya.
Apabila
seseorang telah mengetahui akan dirinya sendiri, maka akan muncul pada dirinya
kesadaran akan emosinya sendiri, penilaian terhadap dirinya secara akurat, dan
percaya akan dirinya sendiri.
2.
Pengelolaan diri sendiri
Seseorang,
sebelum mengetahui atau menguasai orang lain, ia harus terlebih dahulu mampu
memimpin atau menguasai dirinya sendiri. Orang tersebut harus tahu tingkat
emosional, keunggulan, dan kelemahan dirinya sendiri. Apabila tingkat emosional
tidak disadari, maka orang tersebut akan selalu bertindak mengikuti dinamika
emosinya. Manakala kebetulan resonansi yang dipancarkan dari amygdale-nya, maka
gelombang positif yang dapat ditangkap oleh orang lain secara efektif, dan
komunikasi pun dapat berjalan dengan baik. Tetapi manakala yang terpancar dari
amygdale-nya disonansi, maka yang dapat ditangkap oleh orang lain hanyalah
kemarahan dan emosional yang tak terkendali, akhirnya komunikasi tidak berjalan
dengan baik.
Untuk
menciptakan tingkat kompetensi pengelolaan diri sendiri yang tinggi, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu pengontrolan terhadap diri sendiri,
transparansi, penyesuaian diri, pencapaian prestasi, inisiatif, dan optimistis.
3.
Kesadaran sosial
Sebagai
makhluk sosial, kita harus dan selalu berhubungan dan bergesekan dengan orang
lain, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, karena kita
tidak akan dapat hidup sendiri tanpa orang lain.
Oleh
karena itu, semua orang harus memiliki kesadaran sosial, dan apabila seseorang
telah mempunyai kesadaran sosial, maka dalam dirinya akan muncul empati,
kesadaran, dan pelayanan.
Manajemen hubungan sosial
Apabila
seseorang telah memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengendalikan secara
efektif emosionalnya, memanage dirinya sendiri, dan memiliki kesadaran sosial
yang tinggi, maka perlu satu langkah lagi, yaitu bagaimana memanage hubungan
sosial yang telah berhasil dibangun agar dapat bertahan bahkan berkembang lebih
baik lagi. Hal ini, yang disebut sebagai manajemen hubungan sosial. Jadi,
manajemen hubungan sosial merupakan muara dari derajat kompetensi emosional dan
intelegensi.
Dalam
rangka memanage hubungan sosial tersebut, seseorang harus memiliki kemampuan
sebagai inspirator, mempengaruhi orang lain, membangun kapasitas, katalisator
perubahan, kemampuan memanage konflik, dan mendorong kerjasama yang baik dengan
orang lain atau masyarakat.
Cara
Meningkatkan Kecerdasan Emosional
Norman
Rosenthal, MD, bukunya yang berjudul “The Emotional Revolution”, menjelaskan
cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu
1) Coba
rasakan dan pahami perasaan anda. Jika perasaan tidak nyaman, kita mungkin
ingin menghindari karena mengganggu. Duduklah, setidaknya dua kali sehari dan
bertanya, “Bagaimana perasaan saya?” mungkin memerlukan waktu sedikit untuk
merasakannya. Tempatkan diri Anda di ruang yang nyaman dan terhindar dari
gangguan luar.
2) Jangan
menilai atau mengubah perasaan Anda terlalu cepat. Cobalah untuk tidak
mengabaikan perasaan Anda sebelum Anda memiliki kesempatan untuk memikirkannya.
Emosi yang sehat sering naik dan turun dalam sebuah gelombang, meningkat hingga
memuncak, dan menurun secara alami. Tujuannya adalah jangan memotong gelombang
perasaan Anda sebelum sampai puncak.
3) Lihat
bila Anda menemukan hubungan antara perasaan Anda saat ini dengan perasaan yang
sama di masa lalu. Ketika perasaan yang sulit muncul, tanyakan pada diri
sendiri, “Kapan aku merasakan perasaan ini sebelumnya?” Melakukan cari ini
dapat membantu Anda untuk menyadari bila emosi saat ini adalah cerminan dari
situasi saat ini, atau kejadian di masa lalu Anda.
4) Hubungkan
perasaan Anda dengan pikiran Anda. Ketika Anda merasa ada sesuatu yang
menyerang dengan luar biasa, coba untuk selalu bertanya, “Apa yang saya
pikirkan tentang itu?” Sering kali, salah satu dari perasaan kita akan
bertentangan dengan pikiran. Itu normal. Mendengarkan perasaan Anda adalah
seperti mendengarkan semua saksi dalam kasus persidangan. Hanya dengan mengakui
semua bukti, Anda akan dapat mencapai keputusan terbaik.
5) Dengarkan
tubuh Anda. Pusing di kepala saat bekerja mungkin merupakan petunjuk bahwa
pekerjaan Anda adalah sumber stres. Sebuah detak jantung yang cepat ketika Anda
akan menemui seorang gadis dan mengajaknya berkencan, mungkin merupakan
petunjuk bahwa ini akan menjadi “sebuah hal yang nyata.” Dengarkan tubuh Anda
dengan sensasi dan perasaan, bahwa sinyal mereka memungkinkan Anda untuk
mendapatkan kekuatan nalar.
6) Jika
Anda tidak tahu bagaimana perasaan Anda, mintalah bantuan orang lain. Banyak
orang jarang menyadari bahwa orang lain dapat menilai bagaimana perasaan kita.
Mintalah seseorang yang kenal dengan Anda (dan yang Anda percaya) bagaimana
mereka melihat perasaan Anda. Anda akan menemukan jawaban yang mengejutkan,
baik dan mencerahkan.
7) Masuk
ke alam bawah sadar Anda. Bagaimana Anda lebih menyadari perasaan bawah sadar
Anda? Coba asosiasi bebas. Dalam keadaan santai, biarkan pikiran Anda
berkeliaran dengan bebas. Anda juga bisa melakukan analisis mimpi. Jauhkan
notebook dan pena di sisi tempat tidur Anda dan mulai menuliskan impian Anda
segera setelah Anda bangun. Berikan perhatian khusus pada mimpi yang terjadi
berulang-ulang atau mimpi yang melibatkan kuatnya beban emosi.
8) Tanyakan
pada diri Anda: Apa yang saya rasakan saat ini. Mulailah dengan menilai
besarnya kesejahteraan yang anda rasakan pada skala 0 dan 100 dan menuliskannya
dalam buku harian. Jika perasaan Anda terlihat ekstrim pada suatu hari,
luangkan waktu satu atau dua menit untuk memikirkan hubungan antara pikiran
dengan perasaan Anda.
9) Tulislah
pikiran dan perasaan Anda ketika sedang menurun. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa dengan menuliskan pikiran dan perasaan dapat sangat membantu mengenal
emosi Anda. Sebuah latihan sederhana seperti ini dapat dilakukan beberapa jam
per minggu.
10) Tahu
kapan waktu untuk kembali melihat keluar. Ada saatnya untuk berhenti melihat ke
dalam diri Anda dan mengalihkan fokus Anda ke luar. Kecerdasan emosional tidak
hanya melibatkan kemampuan untuk melihat ke dalam, tetapi juga untuk hadir di
dunia sekitar Anda.
Faktor yang mempengaruhi
Kecerdasan emosional
Menurut
Goleman terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu:
Faktor internal, yakni faktor yang timbul dari dalam diri individu yang
dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi
oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang
berada pada otak emosional, dan Faktor Eksternal yakni faktor yang datang dari
luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat
individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi
kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui
perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi
yang canggih lewat jasa satelit.
Sedangkan
menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional,
yaitu: faktor psikologis, faktor pelatihan emosi dan faktor pendidikan.
1)
Faktor psikologis
Faktor
psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor
internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan
dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara
efektif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan
otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem
limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab
atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara
fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan
dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls
emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.
2)
Faktor pelatihan emosi
Kegiatan
yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan
rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan
nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang
menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa
dilatih. Melalui puasa sunah Senin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi
emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga
mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk
melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih
sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
3)
Faktor pendidikan
Pendidikan
dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan
emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana
mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah,
tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah
tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan
kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja.
Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk
pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis
mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas,
ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau
sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi
Pustaka
Depdikbud,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996)
Agustian,
A. G. 2007. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam.
Jakarta: ARGA Publishing
E.
Usman Efendi dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung: Angkasa, 1985)
Eko
Maulana Ali Suroso, Kepemimpinan Integratif Berbasis ESQ, (Jakarta: Bars Media
Komunikasi, 2004)
Nggermanto,
A. 2002. Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum): Cara Cepat Melejitkan IQ, EQ
dan SQ Secara Harmonis. Bandung: Penerbit Nuansa.
Demikian
pembahasan tentang Pengertian Kecerdasan
Emosi dan Kecerdasan Emosional. Jenis Kompetensi Kecerdasan Emosional, Faktor
yang mempengaruhi Kecerdasan emosional. Semoga uraian singkat bermanfaat
bagi para pembaca yang budiman.
Tidak ada komentar