Membicara bentuk-bentuk tes kebahasaan tidak
akan lepas dari tujuan utama tes kebahasaaan. Sebagaimana diketahui tes
kebahasaaan bertujuan untuk mengukur ranah keterampilan berbahasa, meliputi keterampilan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
1) Tes
Menyimak
Dalam kegiatan sehari-hari, menyimak
adalah salah satu kegiatan yang sangat penting selain keterampilan yang
lainnya. Kegiatan menyimak juga dapat menambah ilmu atau wawasan yang belum
dimiliki di antaranya melalui radio, tv, atau langsung dari nara sumbernya.
Jadi menyimak memegang peranan penting setelah itu barulah keterampilan
berbicara, membaca, dan menulis. Dalam proses belajar mengajar, menyimak sering
diabaikan karena tanpa diajarkan pun keterampilan ini dilakukan. Sebenarnya
apabila kita memahami konsep menyimak, apapun yang dilakukan tampaknya selalu
ada proses menyimaknya. Kenyataan ini terjadi di segala sektor kehidupan.
Melalui proses menyimaklah seseorang mengenal konsep segala informasi baik
berupa ilmu pengetahuan maupun hal-hal lain yang belum kita kenal.
Dalam kegiatan belajar-mengajar, kita
ketahui bahwa kompetensi yang dimiliki guru Sekolah Menengah Pertama sudah ada
karena guru SMP adalah mata pelajaran, artinya setiap guru hanya bertanggung
jawab pada satu mata pelajaran atau bidang studi saja. Berangkat dari dasar
pemikiran ini seharusnya guru pada jenjang ini dapat menghasilkan anak didik
yang lebih baik sesuai dengan harapan masyarakat. Tetapi apa yang kita lihat di
lapangan sekarang? Kemampuan anak didik kita jauh dari harapan yang diharapkan,
khususnya dalam kemampuan menyimak. Apakah penyebabnya?
Apakah karena kompetensi guru yang
terbatas mengakibatkan pada proses belajar-mengajar kurang baik sebab guru
tidak dapat menentukan mana yang betul dan yang salah, atau siswa kurang
meminati pelajaran Bahasa Indonesia karena tanpa belajar pun siswa sudah
mengetahuinya. Sebaiknya guru dalam melakukan proses belajar-mengajar harus
mempunyai kompetensi dan menguasai metode, pendekatan, atau teknik sebab
apabila guru tidak memiliki kemampuan tersebut di atas maka proses pembelajaran
yang dilaksanakan akan gagal. Artinya konsep yang akan disampaikan atau yang
harus dikuasai siswa tidak jelas. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis
mencoba memaparkan teori menyimak yang harus dikuasai oleh seorang guru Bahasa
Indonesia agar saat melakukan proses pengajaran dapat berhasil dengan baik.
Menyimak merupakan keterampilan
berbahasa yang pertama kali dikuasai anak sebelum menguasaai keterampilan
berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak pada hakikatnya lebih
bersifat kognitif dengan aspek yang lebih tinggi. Kemampuan ini mencakup
menerima, menganalisis, memahami, dan menyimpulkan informasi lisan yang
disampaikan dalam bahasa target.
Teknik evaluasi yang dapat dilakukan
dipaparkan berikut.
1) Menyebutkan/menuliskan
kembali suatu informasi sederhana (fonem, nama sesuatu, jumlah, keadaan
sesuatu, peristiwa, dan lain-lain)
2) Menyebutkan/menuliskan
kembali deskripsi atau uraian suatu peristiwa, benda,
keadaan, sebab akibat, dan lain-lain.
3) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu
hal (kelahiran, pengalaman kawan-kawan, dan lain-lain).
4) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu
cerita.
5) Menyimpulkan suatu percakapan.
6) Menjawab suatu pertanyaan dari suatu
soal (objektif, esai berstuktural, atau esai bebas).
7) Menyimpulkan tema dan unsur-unsur
lainnya dari sebuah cerita.
8) Memperbaiki ucapan-ucapan yang salah
yang tidak sesuai dengan bahasa target.
Tes menyimak adalah tes yang tidak
hanya untuk mengetahui apakah seseorang mendengarkan atau tidak, tetapi juga
untuk mengukur kemampuan seseorang memahami bahasa lisan yang didengarnya.
Sampel yang disimakkan dalam tes ini dapat berupa satu kalimat perintah,
pertanyaan, atau pernyataan tentang fakta; juga berupa simulasi percakapan
singkat atau uraian wacana ekspositori. Namun, apapun hakikat sampel itu,
peserta tes (subjek) dituntut secara serentak (simultan) menanggapi ”sinyal”
fonolofis, gramatikal, dan leksikal; dengan jawaban mereka menunjukkan sejauh
mana mereka dapat menangkap makna dari unsur yang disinyalkan bila digunakan
dalam komunikasi verbal (Harris,1969;35).
Tes menyimak dapat disesuaikan dengan
tingkatannya, yaitu tes menyimak tingkat marjinal atau deskriptif, tes menyimak
tingkat apresiatif, tes menyimak tingkat komprehensif, tes menyimak tingkat
kritis, dan tes menyimak tingkat terapis. Tes menyimak tingkat marjinal
bertujuan untuk mengetahui tingkat kepekaan pebelajar dalam membedakan suara
dan untuk mengembangkan kepekaan pada komunikasi nonverbal. Tes menyimak apresiatif
bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan pebelajar dalam menangkap dan
memehami bahan simakan yang berhubungan dengan perasaan dan emosi sehingga
dalam pelaksanaannya, pebelajar diberi bahan simakan yang bersifat
menyenangkan,misalnya: drama, puisi, lagu, cerita, dan sebagainya.
Tes menyimak komprehensif bertujuan
untuk mengetahui tingkat pemahaman pebelajar terhadap pesan yang disimak. Tes
menyimak kritis bertujuan untuk mengetahui pemahaman pebelajar terhadap bahan
simakan yang dilanjutkan dengan memberi evaluasi, sedangkan tes menyimak
terapis bertujuan untuk menyembuhkan seseorang, yang biasa dilakukan oleh
seorang psikolog.
2) Tes
Berbicara
Berbicara adalah salah satu aspek
keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya adalah
menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara
berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan
membaca.
Keterampilan berbicara menunjang
keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik mampu memberikan contoh agar
dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan
penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Berbicara dan menyimak
merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam
berbicara seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa,
sedangkan dalam menyimak seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau
suara. Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan,
kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula kegiatan
menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam
komunikasi.
Manusia adalah mahluk sosial. Manusia
baru akan menjadi manusia bila ia hidup dalam lingkungan manusia. Kesadaran
betapa pentingnya berbicara dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat
mewujudkan bermacam aneka bentuk. Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat
pula dalam bentuk lain seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga,
dan sebagainya.
Setiap manusia dituntut terampil
berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan.
Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula
menyampaikan informasi-informasi yang diterimanya. Kehidupan manusia setiap hari
dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara.
Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog selalu terjadi, antara ayah dan
ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu sendiri. Di luar lingkungan
keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman
sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula
pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-pertemuan, bahkan terkadang
terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi tersebut menuntut agar
kita mampu terampil berbicara.
Berbicara berperan penting dalam
pendidikan keluarga. Tata krama dalam pergaulan diajarkan secara lisan. Adat
kebiasaan, norma-norma yang berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal
ini berlaku dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Berbicara
merupakan keterampilan dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada
orang lain. Penggunaan bahasa secara lisan dapat pula dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah
sebagai berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur
kata dan kalimat; (e) sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara
memulai dan mengakhiri pembicaraan; dan (h) penampilan.
Berbicara dan menyimak adalah dua
kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan
menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak
saling melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap,
diskusi, bertelepon, tanya-jawab, interview, dan sebagainya. Kegiatan berbicara
dan menyimak saling melengkapi, tidak ada gunanya orang berbicara bila tidak
ada orang yang menyimak. Tidak mungkin orang menyimak bila tidak ada orang yang
berbicara. Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur kata,
dan struktur kalimat.
Berbicara dan membaca berbeda dalam
sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui
sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat
reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi.
Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin
sering orang membaca semakin banyak informasi yang diperolehnya. Hal ini merupakan
pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang
diperolehnya antara lain melalui berbicara.
Kegiatan berbicara maupun kegiatan
menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai
penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara
disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan
menulis disalurkan melalui bahasa tulis. Informasi yang digunakan dalam
berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak ataupun membaca.
Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang
keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang
keterampilan berbicara.
Tes yang dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan berbicara adalah sebagai berikut:
a) Tes kemampuan berbicara berdasarkan
gambar
Bentuk tes ini
di sajikan dengan memberikan rangsangan berupa perangkat gambar yang merupakan
satu rangakaian cerita, dan testi diminta untuk menjawab pertanyaan sehubungan
dengan rangkaian gambar atau menceritakan rangakaian gambar.
b) Wawancara
Dipakai untuk
mengukur kemampuan testi menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. tes ini bisa
dipakai apabila testi memiliki kemampuan berbahasa yang cukup mewadahi.
c) Bercerita
Kemampuan
berbicara yang berbentuk berbicara dapat dilakukan dengan cara meminta testi
untuk mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik tertentu).
d) Diskusi
Tes ini
dilakukan untuk mengetahui kemampuan testi menyampaikan pendapat,
mempertahankan pendapat, serta menanggapi ide atau pikiran yang disampaikan
oleh peserta diskusi yang lain secara kritis.
e) Ujian terstruktur
Dapat dilakukan
dengan cara membaca kutipan, mengubah kalimat, dan membuat kalimat. Dengan
tujuan untuk menguji kemampuan testi dalam menggunakan bahasa lisan.
3) Tes Kompetensi
Kebahasaan Membaca
Tes biasanya diartikan sebagai alat
yang dipergunakan untuk mendapatkan data terhadap seseorang yang dinilai. Tes
digunakan untuk memperoleh informasi tentang seseorang yang juga dipergunakan
untuk maksud pendidikan. Kegiatan
membaca ada bermacam-macam di antaranya membaca cepat, membaca sekilas, membaca
keras, dan membaca pemahaman. Pembedaan jenis membaca itu dapat didasarkan atas
tujuannya atau teknisnya. Dalam tulisan ini, membaca yang dimaksud adalah
membaca pemahaman, atau membaca untuk memahami isi bacaan.
Bentuk tes membaca pemahaman meliputi;
(1) tes membaca pemahaman literal, (2) tes membaca pemahaman interpretatif, dan
(3) tes pemahaman membaca kritis.
Tes kemampuan berbahasa yang bersifat
aktif reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan atau proses decoding,
kemampuan untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak lain. Pemahaman
terhadap bahasa yang dituturkan oleh pihak lain tersebut dapat melalui sarana
bunyi atau sarana tulisan. Yang pertama merupakan kegiatan menyimak, sedangkan
yang kedua adalah kegiatan membaca.
Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk
mengukur kemampuan siswa memahami isi atau informasi yang terdapat dalam bacaan.
Sebagaimana tujuan membaca yang
telah dikemukakan Anderson dalam Tarigan (2004) bahwa ada tujuh tujuan membaca
yaitu: (1) membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading
for facts), (2) membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main
ideas), (3) membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita
(reading for sequence or organization), (4) membaca untuk
menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference), (5) membaca
untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading for classify),
(6) membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading for evaluate), dan
(7) membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or
contrast).
Dengan demikian, maka bacaan atau
wacana yang diujikan hendaklah yang mengandung informasi yang menuntut untuk
dipahami. Oleh karena itu, seorang guru sebagai evaluator dalam menguji
kemampuan membaca harus benar-benar mampu memilih bacaan yang layak untuk
diujikan.
4) Tes Menulis
Manulis
diartikan sebagai aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran atau perasaan
ke dalam lambang-lambang kebahasaan. Kemampuan menulis yang merupakan
keterampilan berbahasa produktif lisan melibatkan kemampuan penggunaan ejaan,
penggunaan kosa kata, penggunaan kalimat, penggunaan jenis komposisi, penentuan
ide, pengolahan ide, pengorganisasian ide. Kesemua inilah yang diukur dalam
kemampuan menulis.
Secara
umum, bentuk tes yang digunakan dalam tes menulis dapat berupa tes objektif
dengan berbagai variasinya (untuk tingkat ingatan dan pemahaman) dan tes
sujektif dengan berbagai variasinya (untuk tingkat penerapan ke atas).
Ragam bentuk tes subjektif yang
digunakan dalam tes menulis dapat dipaparkan sebagai berikut.
a) Tes menulis berdasarkan rangsangan
visual
Bentuk tes
menulis berdasarkan rangsangan visual dilakukan dengan cara disajikan gambar
atau film yang membentuk rangkaian cerita, dan testi diminta untuk membuat
karangan berdasarkan gambar atau film yang telah diberikan.
b) Tes menulis berdasarkan rangsangan
suara
Bentuk tes ini
dilaksanakan dengan cara disajikan suara yang dapat berbentuk ceramah, diskusi
atau tanya jawab, baik yang berupa rekaman suara maupan langsung.
c) Tes menulis dengan rangsangan buku
Bentuk tes ini
dilakukan dengan cara menyajikan teks bacaan, dan testi diminta untuk membuat
karangan berdasarkan teks yang telah dibacanya. Bentuk tugas yang harus
dikerjakan testi dapat berupa membuat ringkasan/rangkuman, membentuk resensi,
atau membuat kritik.
d) Tes menulis laporan
Bentuk tes ini
dilakukan dengan cara meminta testi untuk membuat laporan kegiatan yang pernah
dilakukan (mengikuti khotbah jum’ah, mengikuti seminar/diskusi, mengikuti
Darmawisata, atau kegiatan perkemahan) atau kegiatan penelitian sederhana yang
telah dilakukan.
e) Tes menulis surat
Bentuk tes ini
dilakukan dengan cara : testi diminta untuk menulis sebuah surat.
f) Tes menulis berdasarkan tema tertentu
Bentuk tes ini
dilakukan dengan cara : disajikan sebuah atau beberapa topik dan testi diminta
untuk membuat suatu karangan berdasarkan topik yang telah ditentukan.
g) Tes menulis karangan bebas
Tes ini
dilaksanakan dengan cara meminta testi untuk membuat karangan dengan tema dan
sifat karangan yang ditentukan sendiri oleh testi (peserta tes).
Menulis merupakan kegiatan berbahasa
yang melibatkan berbagai kemampuan dan keterampilan secara terpadu. Tujuan
pembelajaran menulis dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) siswa mampu
mengungkapkan unsur-unsur kebahasaan, seperti ejaan, kosakata, struktur kalimat,
dan pemakaian paragraf, dan (2) siswa mampu mengungkapkan gagasannya dalam
bentuk tulisan yang sesuai dengan konteks (pragmatik).
Tes kemampuan menulis juga ada beberapa
macam. Hal ini disamping disebabkan oleh adanya tahapan dalam pengajaran
menulis, juga karena ada banyak faktor yang dapat dinilai, seperti mekanis,
kosakata, tata bahasa, ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya
(Madsen, 1983:101). Tompkins (dalam Ramli, 1998) mengatakan bahwa tes menulis
dapat disikapi dalam dua aspek, yakni sebagai tes proses (tes menulis sebagai
proses) dan tes produk (tes menulis sebagai produk). Oleh karena itu disarankan
agar tes menggunakan postofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan aktivitas
siswa yang menunjukkan usaha, kemajuan, dan pencapaian siswa dalam satu atau
beberapa bidang tertentu yang dapat digunakan sebagai alternatif atau pelengkap
kegiatan tes.
Cara langsung untuk mengukur kemampuan
menulis seseorang adalah dengan menyuruh seseorang itu menulis. Akan tetepi,
tes bentuk esai ini banyak kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis juga
dapat diukur dengan tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun bentuk objektif mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Apalagi jumlah peserta tes besar jumlahnya, tes
objektif akan lebih baik. Kemampuan menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang melibatkan aspek penggunaan bahasa dan pengolahan isi. Masalah
yang berkembang sehubungan dengan kegiatan menulis adalah pengetahuan dasar
terhadap performansi atau kemampuan menulis.
Keterampilan menulis
merupakan kiat menggunakan pola-pola lisan dalam menyampaikan suatu informasi.
Dalam menulis, orang tidak hanya dituntut menguasai materi yang akan ditulis,
tetapi juga mempu menggunakan perangkat kebahasaan secara tertulis. Penggunaan
perangkat kebahasaan secara tertulis menjadi inti kegiatan menulis sebab
penggunaan perangkat bahasa tulis berbeda dengan penggunaan perangkat
kebahasaan secara lisan.
Evaluasi keterampilan menulis bertujuan
mengetahui kemampuan pebelajar dalam menyampikan ide, perasaan, dan pikirannya,
serta menggunakan perangkat bahasa target secara tulis.
Teknik evaluasi yang dapat digunakan
dipaparkan berikut.
1. Menulis
huruf, nama, peristiwa, dan keadaan yang diperdengarkan, diperlihatkan,
dan bicara.
2. Menyampaikan
kembali secara tertulis suatu cerita, dialog, peristiwa yang didengar atau
dibaca.
3. Menuliskan
cerita berdasarkan gambar atau rangkaian gambar.
4. Melaporkan
pengalaman, peristiwa, pekerjaan, atau perjalanan secara tulis.
5. Menjawab
pertanyaan sederhana atau komplek secara tulis.
6. Membuat karangan
berdasarkan tema tertentu.
7. Menggunakan
ejaan dan tanda baca secara tetap.
Menulis merupakan kegiatan berbahasa
yang melibatkan berbagai kemampuan dan keterampilan secara terpadu. Tujuan
pembelajaran menulis dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) siswa mampu
mengungkapkan unsur-unsur kebahasaan, seperti ejaan, kosakata, struktur
kalimat, dan pemakaian paragraph, dan (2) siswa mampu mengungkapkan gagasannya
dalam bentuk tulisan yang sesuai dengan konteks (pragmatik).
Tes kemampuan menulis juga ada beberapa
macam. Hal ini di samping disebabkan oleh adanya tahapan dalam pengajaran
menulis, juga karena ada banyak faktor yang dapat dinilai, seperti mekanis,
kosakata, tata bahasa, ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya
(Madsen, 1983:101). Tompkins (dalam Ramli, 1998) mengatakan bahwa tes menulis
dapat disikapi dalam dua aspek, yakni sebagai tes proses (tes menulis sebagai
proses) dan tes produk (tes menulis sebagai produk). Oleh karena itu disarankan
agar tes menggunakan postofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan aktivitas
siswa yang menunjukkan usaha, kemajuan, dan pencapaian siswa dalam satu atau
beberapa bidang tertentu yang dapat digunakan sebagai alternatif atau pelengkap
kegiatan tes.
Cara langsung untuk mengukur kemampuan
menulis seseorang adalah dengan menyuruh seseorang itu menulis. Akan tetepi,
tes bentuk esai ini banyak kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis juga
dapat diukur dengan tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun bentuk objektif
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Apalagi jumlah peserta tes besar jumlahnya,
tes objektif akan lebih baik.
5) Tes Sastra
Walau bermediakan bahasa, teks
kesastraan tidak semata-mata berurusan dengan bahasa, karena ada unsur-unsur
lain, misalnya keindahan, yang mesti juga diapresiasi. Unsur-unsur lain itu
hanya dapat diperoleh, dirasakan, atau dinikmati jika peserta didik membaca
secara langsung teks kesastraan. Maka, tugas dan penilaian yang berkaitan
dengan pembacaan langsung teks-teks itu harus menjadi prioritas utama. Tugas
dan tes harus ditekankan pada hal-hal yang menuntut siswa untuk benar-benar
“memperlakukan” teks-teks kesastraan. Istilah memperlakukan dapat dioperasionalkan
menjadi: membaca, memahami, memparafrase, menganalisis, menuliskan kembali,
membuat, menulis resensi, dll tergantung indikator yang dibuat. Ada baiknya guru
mewajibkan peserta didik membaca dan membuat laporan beberapa teks kesastraan. Selain
itu, penilaian lewat karya nyata peserta didik, misalnya lewat publikasi di majalah
dinding, majalah sekolah, atau media massa harus sudah diketengahkan.
Untuk kegiatan pembelajaran &
penilaian di kelas, kita dihadapkan pada kenyataan teks-teks kesastraan
lazimnya panjang sehingga tidak mudah “memperlakukan”-nya di sekolah, kecuali
puisi. Untuk itu, tugas-tugas yang “memperlakukan” novel, cerpen, cerita
klasik, drama yang relatif panjang sebaiknya dilakukan di luar jam pelajaran
sebagai tugas rumah. Tugas yang diberikan harus jelas, harus mengapakan teks
kesastraan itu dan sedapat mungkin melibatkan berbagai genre (fiksi, puisi,
cerita lama, teks drama). Misalnya: meringkas cerita/membuat sinopsis,
menganalisis unsur karakter/moral, membuat parafrase, menulis dengan sudut
pandang lain, menulis resensi, dll termasuk menghadiri pementasan drama atau
baca puisi di tempat tertentu. Hasil kerja siswa sebagian harus dibaca dan
diberi tanggapan. Tanggapan tidak menyalahkan siswa karena akan mematikan
motivasi, tetapi lebih mempertanyakan argumentasi. Penilaian kesastraan
haruslah diusahakan yang berkadar apresiatif tinggi atau paling tidak sedang
walau dengan bentuk ujian objektif (PG).
Sumber
Bacaan:
Arifin,
Zainal. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011.
Ariani, Farida.
2006. Keterampilan Menyimak. Depdiknas Ditjen PMPTK PPPG Bahasa.
Djiwandono,
M.S. 2008. Tes Bahasa, Pegangan bagi Pengajar Bahasa. Jakarta:
Indeks.
Kamidjan dan
Suyono. 2000. Menyimak. Jakarta: Depdiknas-Ditjen Dikdasmen
Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
Keraf. Gorys.
2001. Komposisi. Ende-Flores: Nusa Indah Percetakan Arnoldus
Keraf. Gorys.
1998. Narasi dan Argumentasi. Ende-Flores: Nusa Indah
Percetakan Arnoldus.
Maidar, Arsyad
G. 1994. Bahasa dan Proses Pengejaran Menyimak.Jakarta: Departemen P dan K
Ditjen Dikdasmen. PPPG Bahasa.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:
BPFE.
Ramayulis. 2008.
Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Safari.
2002. Pengujian dan Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia.Jakarta: PT
Kartanegara.
Tarigan, Henry
Guntur. 1987. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
___________________.
2004. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
___________________.
2006. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Taufik. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Inti Prima. 2010.
Zainal Arifin, 2011Evaluasi
Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar