Apa dan bagaimana Pendekatan Pembelajaran? Pendekatan pembelajaran dapat digunakan untuk menetapkan strategi dan langkah-langkah pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran. Setiap pendekatan yang diterapkan akan melibatkan kemampuan subyek belajar/siswa dan guru, dengan kadarnya masing-masing. Terkait dengan ini maka ada beberapa jenis pendekatan pembelajaran. Menurut Anderson secara garis besar ada dua pendekatan, yakni teacher centered (terpusat pada guru) dan student centered (terpusat pada siswa). Sementara itu, Byron menggunakan istilah ekspositori dan inkuiri (Sudjana, 1989).
Pendekatan ekspositori adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas guru, dan subyek belajar bersifat pasif, hanya menerima saja dari guru. Pendekatan ini umumnya didominasi dengan metode ceramah. Sedangkan pendekatan inkuiri, merupakan model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas subyek belajar, sementara guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan pengelola yang memberi pengantar dengan peragaan secara singkat, yang selanjutnya subjek belajar secara aktif mencari dan menemukan sendiri apa yang sedang dipelajari (student oriented). Terkait dengan student oriented, dewasa ini telah dikembangkan pembelajaran kontekstual (Contextual Learning), atau sering disebut dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pembelajaran kontekstual ini merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontektual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan/dipelajari, dengan mengacu pada masalah dunia nyata. Jadi, dalam hal ini tidak sekedar siswa aktif, tetapi siswa aktif dan menghubungkan dengan dunia nyata. Dengan demikian pembelajaran kontektual terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua pendekatan tersebut, baik ekspositori maupun inkuiri sama-sama mengandung prinsip keterlibatan subyek belajar, hanya kadarnya yang berbeda. Pada pendekatan ekspositori, keterlibatan subyek belajar sangat rendah, sebaliknya pada pendekatan inkuiri aktivitas subyek belajar sangat tinggi. Ini artinya subyek belajar akan selalu menjadi titik perhatian dan fokus dalam kegiatan pembelajaran. Sudah tentu dalam menentukan pendekatan ini perlu disesuaikan dengan tuntutan kurikulum dan perkembangan zaman. Atas dasar pemahaman ini maka ada beberapa jenis pendekatan pembelajaran lain, di samping ekspositori dan inkuiri. Joyce dan Weil mengemukakan ada empat jenis pendekatan pembelajaran, dua diantaranya adalah pendekatan: informasi, dan interaksi sosial (Sudjana, 1989).
a. Pendekatan Informasi
Pendekatan informasi menekankan pada upaya memperkuat dorongan internal subyek belajar untuk memahami dunia ini dengan menggali dan mengorganisasikan data atau informasi, merasakan ada masalah dan mengusahakan cara pemecahannya dengan mengembangkan kata-kata/bahasa untuk mengungkapkannya.
Yang termasuk jenis pendekatan informasi ini adalah:
1) Pendekatan berpikir induktif
Pendekatan yang dirancang dengan tujuan untuk mendorong subyek belajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, memberikan simbol atau menamakan dari suatu kategori atau konsep, merumuskan dan menguji hipotesis, dan terakhir merekonstruksi hubungan antar data.
Langkah-langkah penggunaan pendekatan berpikir induktif ini, antara lain:
- indentifikasi dan pencatatan.
- pengelompokan dan pemberian label
- membedakan antar kelompok
- menemukan kaitan antar kategori.
- menarik kesimpulan.
- memperhitungkan dampak situasi.
2) Pendekatan latihan inkuiri
Pendekatan ini dirancang untuk melatih subyek belajar dalam penelitian ilmiah. Hal ini mendorong dan mengembangkan rasa ingin tahu bagi subyek belajar.
Langkah-langkahnya antara lain:
- menjelaskan proses inkuiri yang akan dilaksanakan
- menyajikan masalah, dengan latar belakang yang menimbulkan masalah.
- merumuskan masalah
- mengumpulkan data
- mengolah dan menganalisis data
- memberikan penjelasan dan pembahasan
- menarik kesimpulan
3) Pendekatan pencapaian konsep.
Konsep adalah abstraksi sekelompok benda atau fenomena yang memiliki persamaan karakteristik. Ada konsep konkret seperti gunung, pohon, meja dan lain-lain, ada juga konsep abstrak seperti demokrasi, nasionalisme, birokrasi, fanatisme, dan lain-lain.
Pencapaian konsep adalah proses kategorisasi antara satu konsep dengan konsep lain. Pendekatan pencapaian konsep bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir induktif, kemampuan mengembangkan analisis konsep, serta melatih kemampuan subyek belajar dalam proses kategori, sehingga meningkatkan keterampilan intelektual.
Langkah-langkah penerapannya:
- penyajian data dan klasifikasi
- penentuan label/konsep
- membuat definisi/pengertian tentang konsep tersebut.
- mencari dan membedakan/membandingkan dengan contoh lain.
- memdiskusikan prosedur pencapaian konsep.
4) Pendekatan pengembangan kognitif/intelektual.
Pendekatan ini didasarkan atas studi dan teori Piaget yang menjelaskan bahwa setiap anak itu memiliki struktur mental dan perkembangan intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing anak. Menurut Piaget, tingkat-tingkat perkembangan intelektual anak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- sensori motor (0-2 tahun)
- pra-operasional (2-7 tahun)
- operasional kongkret (7-11 tahun)
- operasional formal (11 tahun keatas)
Perkembangan intelektual itu prosesnya dimulai dengan cara dari yang paling sederhana seperti menyentuh, menyebut nama benda, sampai adaptasi sebagai proses perubahan yang terjadi pada tiap individu sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1988). Pendekatan ini bertujuan membantu guru merancang proses pembelajaran agar sesuai dengan tingkat kematangan subyek belajar.
Langkah-langkah penerapannya:
- menyajikan suasana yang agak komplek, membingungkan.
- meminta jawaban dari subyek belajar, beserta alasannya.
- menyajikan kegiatan lain yang berhubungan.
- mengkaji jawaban yang diberikan oleh subyek belajar.
5) Pendekatan belajar bermakna.
Menurut Ausubel, pendekatan ini memiliki kemampuan dalam memperkuat struktur kognitif subyek belajar. Tujuan dari pendekatan ini untuk mengembangkan dan meningkatkan efisiensi kemampuan mengolah informasi. Dengan demikian diharapkan dapat membantu subyek belajar dalam mengembangkan kemampuan memahami informasi agar bermakna bagi dirinya. Dikatakan bermakna apabila subyek belajar mampu menghubungkan antara informasi yang baru diterima dari mengikuti pelajaran dengan pengetahuan dan konsep yang sudah dimiliki (Ratna Wilis Dahar, 1989).
6) Pendekatan memory.
Pendekatan ini secara khusus berupaya memusatkan diri dalam mengembangkan kemampuan mengingat/menghafal pada diri subyek belajar. Tujuannya untuk meningkatkan daya ingat bagi subyek belajar.
b. Pendekatan Interaksi Sosial
Secara fitrah kehidupan masyarakat ditandai dengan saling berinteraksi dan saling bekerjasama. Karena itu pendekatan ini ada aspek saling berhubungan dan kerja kelompok. Pendekatan ini menitikberatkan model simulasi atau situasi yang sebenarnya.
Tujuan pendekatan ini untuk mengembangkan kemampuan subyek belajar dalam berinteraksi dengan kelompok sosialnya, termasuk kelompok sosial di sekolah/kelas.
Ada beberapa pendekatan yang termasuk dalam pendekatan interaksi sosial:
1) Pendekatan investigasi kelompok
Pendekatan ini dirancang untuk membimbing subjek belajar agar merumuskan masalah, mengeksplorasi berbagai pandangan/teori yang terkait dengan masalah itu, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data. Untuk melaksanakan kegiatan ini guru mengorganisasikan subyek belajar secara kelompok. Tujuan pendekatan investigasi kelompok ini, dalam rangka mengembangkan kemampuan berpartisipasi setiap subyek belajar di dalam kegiatan kelompok atau penelitian kelompok.
2) Pendekatan latihan laboratoris
Pendekatan ini dikembangkan oleh Benne, Gibb dan Bradford. Pendekatan ini akan menunjukkan bahwa keberhasilan subyek belajar dalam proses pembelajaran dan berbagai kegiatan tergantung pada tingkat pemahaman sosial, ketrampilan, dan kemampuan setiap orang untuk menciptakan suasana dimana perbedaan individu dapat dihargai dan tugas-tugas bersama dapat dikoordinasikan. Pendekatan ini cocok untuk mengembangkan suasana kerja dan kreativitas kelompok dalam menganalisis proses sosial, kesesuaian pekerjaan dan ketrampilan. Dengan demikian pendekatan ini lebih sesuai untuk pembelajaran orang dewasa.
3) Pendekatan penelitian yurispodensi
Tokoh yang mengembangkan pendekatan ini Oliver dan Shaver. Pada awalnya dikembangkan untuk subyek belajar tingkat SMP. Maksudnya untuk melatih kemampuan berpikir subyek belajar menurut logika hukum dalam memecahkan masalah. Secara sederhana dapat dikatakan pendekatan ini dalam rangka mengembangkan dan menerapkan studi kasus.
4) Pendekatan penelitian sosial
Pendekatan ini dikembangkan atas dasar pendekatan penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang dan masalah ilmu sosial.
c. Pendekatan Konstruktivisme
Di samping teori-teori tersebut, perlu juga dijelaskan tentang teori dan pendekatan konstruktivisme. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada, tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.
Secara sederhana konstruktivisme itu beranggapan bahwa pengetahuan kita itu merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Dalam hal ini pengetahuan ataupun pengertian bukanlah fakta yang diperoleh oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru. Jadi seseorang yang belajar itu membentuk pengertian. Bettencourt (1989) menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Paul Suparno, 1997).
Menurut pandangan dan teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif dari si subyek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertianya menjadi berkembang.
Menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif di mana si subyek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subyek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari.
Sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, maka proses pembelajaran, bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subyek belajar, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subyek belajar merekonstruksi sendiri pengetahuannya. Pembelajaran adalah bentuk partisipasi dan interaksi dengan subyek belajar dalam membentuk pengetahuan, dan membuat makna, mencari kejelasan dan menentukan justifikasi. Prinsip utama berpikir lebih penting dari pada mempunyai jawaban yang benar atas sesuatu. Karena itu pengajar/guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator untuk membantu optimalisasi berpikir sebagai manifestasi dari kegiatan belajar siswa, sehingga mampu merekonstruksi pengetahuan dan menemukan jati dirinya.
Kalau pendekatan konstruktivisme ini diterapkan dalam kelas, maka paling tidak ada empat ciri yang berkembang, yakni: (1) problematik, artinya di kelas ada permasalahan yang harus dipecahkan; (2) bersifat diskoveri dan inkuiri; siswa didorong menemukan; (3) memungkinkan sharing antarsiswa, serta (4) ada refleksi dan revisi, artinya setelah dilakukan diskusi pemecahan masalah, pada bagian akhir ada kesimpulan dan beberapa perubahan yang sekiranya gagasan dan hasil diskusi ada yang kurang tepat.
Tidak ada komentar