KINERJA GURU

KINERJA GURU
KINERJA GURU

Faktor utama kenapa manusia bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi.  Aktivitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan sosial  yang menghasilkan sesuatu dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.  Dalam pencapaian taraf hidup yang lebih baik dan sukses dalam bekerja tidak lepas dari motivasi kerja, dan kuat lemahnya motivasi kerja seseorang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja.
   Mitrani dalam Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan Kompetensi. (1995:131) mendefinisikan kinerja sebagai pernyataan sejauh mana seseorang telah memainkan perannya dalam melaksanakan strategi organisasi, baik dalam mencapai sasaran-sasaran khusus yang berhubungan dengan peranan perseorangan, dan atau dengan memperlihatkan kompetensi-kompetensi yang dinyatakan relevan bagi organisasi apakah dalam suatu peranan tertentu, atau secara lebih umum.
   Dalam hubungannya dengan dunia pendidikan, maka kinerja guru dapat didefinisikan sebagai sejauh mana seorang guru bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dalam upaya mencapai tujuan institusional.  Kemampuan seorang guru akan terlihat pada saat mengajar yang dapat diukur dari kompetensi mengajarnya.

   McClelland dalam Motivation Economic Achievement.  (1971:47) mendefinisikan kinerja sebagai cerminan dari keseluruhan cara seseorang dalam menetapkan tujuan prestasinya.  Seorang guru yang baik bekerja dengan perencanaan-perencanaan yang matang sehingga tujuan yang direncanakan dapat tercapai.  Perbedaan kinerja antara seseorang dengan yang lain dalam suatu situasi kerja adalah karena perbedaan karakteristik dari individu.  Pada dasarnya kinerja Menurut Anderson dalam “Performance = Motivation x Ability: An Integration Theoretical Analysis”, Journal of Personality and Social Psychology (1984:598) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor individu dan faktor situasi.  Pada faktor individu, jika seseorang  melihat kinerja yang tinggi merupakan jalur untuk memenuhi kebutuhannya, maka ia akan mengikuti jalur tersebut.  Sedangkan faktor situasi menyebutkan bahwa kinerja merupakan hasil interaksi antara motivasi dengan kemampuan dasar.  Jika motivasi tinggi tetapi kemampuan dasar rendah, maka kinerja akan rendah dan jika kemampuan tinggi tetapi motivasi yang dimiliki rendah maka kinerja pun akan rendah, atau sebaliknya.

Meningkatkan kinerja adalah salah satu tujuan utama penilaian kinerja. untuk itu perlu dipahami definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. cukup banyak ahli memberikan definisi dan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhinya.  Kinerja atau prestasi kerja adalah perilaku yang tampak atau terwujud dalam pelaksanaan tugas-baik tugas di dalam kantor maupun di luar kantor yang bersifat kedinasan.   

Kinerja menurut James Walker. dalam  Performance Management.  London: Institute of Personel and Development (1980:259) merupakan fungsi dari usaha dan kompetensi sehingga pentinglah bagi individu untuk merasa yakin bahwa mereka mampu berkinerja pada tingkat yang diinginkan.  Walker selanjutnya mengatakan effort dipengaruhi  oleh : perasaan positif atau negatif seseorang tentang out come atau penghargaan (reward) yang akan diperoleh akibat pencapaian kinerja, pengharapan bahwa usaha (effort) yang dilakukan akan memberikan hasil berupa penyelesaian tugas yang ditetapkan, pengharapan bahwa penyelesaian tugas akan memberikan suatu out come atau reward.

Penilaian kinerja guru sangat penting karena hal ini menjawab pertanyaan mendasar mereka tentang seberapa baik kualitas pengajaran. Umpan balik penilaian kinerja akan memberikan beberapa hal antara lain : jaminan bahwa guru sedang memberikan kontribusi dan melakukan hal-hal yang tepat, kesadaran akan dampak kinerja pengajaran pada hasil-hasil yang diinginkan (misal, kepuasan siswa), ukuran kinerja (kualitas, kuantitas, kecepatan, dan sebagainya), pengakuan akan arti penting dan nilai kinerja guru.
Salah satu yang mendasari cara organisasi mengelola kinerja adalah asumsi-asumsi tertentu mengenai perilaku karyawan, atau “motivasi”. Menurut akal sehat, kinerja pekerjaan jelas dipengaruhi oleh bagaimana orang merespon kondisi-kondisi yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Kondisi-kondisi ini bisa menjadi hambatan karena ketidakpuasan karyawan yang besar terhadap kerja atau kondisi-kondisi pekerjaan menghambat kinerja. Tanda-tanda ketidakpuasan sebagai sebuah simptom – yang terungkap dalam bentuk turnover (perpindahan), ketidakhadiran, dan sikap-sikap yang terungkap dalam kata-kata – sering lebih mudah diamati daripada masalah-masalah kinerja. Kita juga mengandalkan bahwa kepuasan merupakan faktor kunci dalam motivasi.

Kinerja menghasilkan outcomes – produktivitas bagi organisasi dan ganjaran bagi personel dalam bentuk gaji, tunjangan, jaminan pekerjaan, pengakuan dari teman kerja dan atasan, serta kesempatan-kesempatan promosi bagi para karyawan individual. Ini sejalan dengan faktor motivator dan faktor kesehatan. Para karyawan pada umumnya sering mengukur kepuasan pekerjaan dari sudut ganjaran ini, yang merupakan hal yang paling tangible yang mereka terima dari pekerjaan. Individu bisa mendapatkan kepuasan pekerjaan dari rasa pencapaian personal mereka melalui kerja dan juga dari feedback mengenai kinerja mereka.

Jika kinerja merupakan fungsi dari usaha dan kompetensi, pentinglah bagi individu untuk merasa yakin bahwa mereka mampu berkinerja pada tingkat yang diinginkan. Usaha ini tergantung pada perasaan-perasaan positif atau negatif mengenai outcomes atau ganjaran yang terkait dengan kinerja.  Harapan bahwa usaha akan menghasilkan penyelesaian tugas-tugas yang sudah ditetapkan. Harapan bahwa penyelesaian tersebut akan menghasilkan atau menghindarkan outcomes atau ganjaran. Teori ekspektasi mengenai kinerja ini mengatakan bahwa persepsi karyawan dan nilai-nilai merupakan determinan yang penting dari usaha yang akan mereka berikan.

Penilaian harus menciptakan gambaran yang akurat mengenai kinerja pekerjaan khas dari individu. Ini berarti deskripsi tugas khususnya dalam fungsi pengajaran dan standar (kualitatif maupun kuantitatif) pengajaran adalah hal mutlak. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengungkapkan kinerja yang buruk. Hasil-hasil yang bisa diterima dan bagus harus diidentifikasi sehingga mereka bisa diperkuat. Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian harus berkaitan dengan pekerjaan (job-related) dan praktis, mencakup standar-standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang handal. Terkait dengan pekerjaan (job-related) berarti bahwa sistem tersebut mengevaluasi perilaku-perilaku penting yang menentukan keberhasilan pekerjaan (job analysis). Jika evaluasi tidak terkait dengan pekerjaan, ia tidak valid. Dalam konteks ini penilaian kinerja guru oleh siswa secara teoritis sudah cukup memadai.

Suatu sistem bersifat praktis bila dipahami baik oleh evaluator maupun karyawan. Suatu pendekatan yang rumit dan tidak praktis bisa menyebabkan kemarahan, kebingungan dan kesia-siaan. Sebuah sistem yang standar dalam organisasi sangat bermanfaat karena hal ini memungkinkan penciptaan praktek-praktek yang seragam. Suatu sistem yang standar sering memiliki standar dan ukuran kinerja yang sudah dipikirkan dengan masak-masak dan seksama.

Penilaian kinerja dianggap lebih efektif ketika bersifat obyektif, menggunakan teknik yang tepat, secara aktif melibatkan karyawan, dipahami dipahami dengan baik, dan merupakan tanggung jawab manajemen yang diterima. Idealnya, evaluasi kinerja didasarkan pada kinerja yang terdokumentasi yang diukur sepanjang waktu penilaian untuk masing-masing standar yang sudah ditetapkan atau tujuan yang terkait dengan strategi untuk pekerjaan tersebut. Tetapi studi-studi menunjukkan bahwa evaluasi kinerja biasanya sangat subyektif, meskipun sistem formal digunakan. Penilai mungkin tidak memiliki semua fakta yang terkait berkenaan dengan ketentuan-ketentuan pekerjaan, kualitas-kualitas aktual dari perilaku individu, dan standar-standar relatif di antara penilai.

Untuk bisa terkait dengan pekerjaan atau bebas dari bias, evaluasi kinerja perlu didasarkan pada ketentuan-ketentuan kerja khusus dan ditetapkan secara empiris. Dalam banyak perusahaan, job descriptions yang disiapkan untuk tujuan administrasi gaji berfungsi sebagai pijakan bagi evaluasi kinerja. Sering juga berfungsi sebagai penentu, dan penilai dibiarkan “menemukan” standar-standar kinerja yang bisa diterapkan dalam mengevaluasi kinerja individu.

Ketentuan-ketentuan kinerja lebih obyektif ketika didasarkan pada semacam analisis empiris – pemeriksaan aktivitas-aktivitas aktual dan tuntutan-tuntutan pekerjaan. Wawancara, kuesioner, observasi, atau teknik analisis-kerja lainnya bisa digunakan untuk menyediakan bukti empiris atas standar-standar kinerja yang terkait dengan pekerjaan. Hasilnya tidak harus berupa job descriptions yang panjang dan detail, tetapi aspek-aspek yang relevan dari kinerja perlu didefinisikan secara akurat.

Obyektivitas juga menuntut penilaian yang independen dari penilai, menggunakan indikator-indikator dan ukuran-ukuran yang tersedia mengenai kinerja aktual. Sementara subyektivitas bisa mempengaruhi penilaian. Menjadi tanggung jawab atasan untuk memeriksa bukti kinerja dan membuat evaluasi yang jujur dan adil. Penilaian berhasil baik diidentifikasi dan yang bisa dicapai, seperti satuan acara perkuliahan yang diselesaikan dan tingkat kepuasan siswa. Penetapan tujuan tidak efektif ketika tujuan terlalu “mudah”, ketika tujuan tidak merupakan pekerjaan keseluruhan, ketika pencapaian tujuan sulit untuk atau diukur, dan ketika kinerja merupakan hasil dari usaha tim. Kinerja pengajaran guru berkait erat dengan hal ini karena evaluasi kinerjanya dikaitkan dengan kinerja guru lain dalam satu koordinasi mata pelajaran dan guru lain dalam koordinasi yang berbeda.

Proses kunci kegiatan pendidikan tinggi adalah pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning). Guru dan siswa yang terlibat dalam pengajaran dan pembelajaran tersebut meskipun sudah melalui suatu proses rekruitmen guru dan tes penerimaan siswa baru, pada dasarnya adalah manusia biasa. Walker mengatakan bahwa orang-orang dalam sebuah organisasi biasanya bukanlah orang yang luar biasa.

Dalam sebuah organisasi yang dinamis dan fleksibel terhadap perubahan seperti bidang pendidikan tinggi – dimana tujuan, lingkungan, struktur organisasional, staff, dan aktivitas selalu berubah – manajemen memainkan peran yang sangat penting dalam membantu guru memahami apa yang diharapkan dari mereka (menetapkan tujuan-tujuan kinerja), membantu mereka memenuhi harapan-harapan ini dengan berhasil, mengevaluasi kinerja dan menyediakan feedback (umpan balik), dan menunjukkan pengakuan serta menyediakan ganjaran. Kelemahan pada salah satu faktor ini bisa menyebabkan kinerja organisasi yang tidak optimal.

   Jadi dapat disimpulkan, yang dimaksud dengan kinerja guru adalah sejauh mana seorang guru bekerja sesuai dengan prosedur yang ada dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan. Indikator pengukurannya adalah; kepemimpinan, penguasaan kelas, informasi dan perencanaan kualitas, penggunaan sumber daya manusia, jaminan kualitas produk dan jasa, kualitas hasil dan kepuasan siswa.



= Baca Juga =



Tidak ada komentar