Di
dalam pergaulan atau percakapan sehari-hari, tidak jarang kita mendengar dan
bahkan menggunakan kata pribadi atau kepribadian, tanpa memikirkan lebih lanjut
apa arti yang sebenarnya dari kata-kata itu. Ucapan-ucapan seperti: itu adalah
pendapat “pribadi” saya, si A memang orang yang “kepribadiannya” teguh, si B
orang “pribadinya” lemah dan sebagainya, menunjukkan kepada kita bermacam-macam
penggunaan kata “pribadi” dan “kepribadian”
itu, sehingga makna atau arti tersebut di atas di samping untuk menunjukkan
terhadap individu seseorang yang berdiri sendiri terlepas dari individu yang
lain, biasanya selalu dikaitkan dengan pola-pola tingkah laku manusia yang
berhubungan dengan norma-norma yang baik, itu dipakai untuk menunjukkan adanya
ciri-ciri yang khas pada individu seseorang.
Menurut
Purwanto (1990:154), kepribadian atau personality atau personare berarti
mengeluarkan suara (to sound trough). Istilah ini, digunakan untuk menunjukkan suara dari
percakapan seorang pemain sandiwara melalui topeng (masker) yang dipakainya.
Sedangkan menurut Sujanto (1986:10) Kepribadian
berasal dari kata personality, yang berasal dari kata persona
(bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng, yaitu tutup muka yang sering dipakai
oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku watak
atau pribadi seseorang.
Ahmad
Fauzi (1997:121) mendefinisikan kepribadian sebagai berikut, bahwa kepribadian
adalah keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat, kebiasaan,
kecakapan, bentuk tubuh, serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang selalu
menampakkan diri dalam kehidupan seseorang. Hal itu, dilakukan karena terdapat
ciri-ciri yang khas hanya dimiliki oleh seseorang tersebut, baik dalam arti
kepribadian yang baik atau pun yang kurang baik, misalnya untuk membawakan
kepribadian yang angkara murka, serakah, dan sebagainya, sering ditopengkan
dengan gambar raksasa. Sedangkan untuk perilaku yang baik, budi luhur, suka
menolong, berkorban ditopengkan dengan seorang kesatria dan sebagainya.
Menurut
Gordan W. Allport, kepribadian adalah “Personality
is the dynamic organication within the individual of those psychophksical
system that determine his unikue adjustement to his environment”, yang
artinya yaitu kepribadian ialah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam
diri individu yang menyatukan penyesuaian dirinya yang baik terhadap
lingkungan.
Meskipun
kita lihat adanya perbedaan-perbedaan dalam cara merumuskan personality
seperti tersebut di atas, namun di dalamnya kita dapat melihat adanya
persamaan-persamaan atau persesuaian pendapat satu sama lain. Di antaranya,
ialah bahwa kepribadian (personality) itu dinamis, tidak statis atau
tetap tanpa perubahan. Ia menunjukkan tingkah laku yang terintegrasi dan
merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bahwa yang ada pada individu
dengan lingkungannya. Ia bersifat psiko-pisik, yang berarti baik faktor jasmaniah
maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang peranan dalam kepribadian. Ia
juga bersifat unik, artinya kepribadian seseorang sifatnya khas, mempunyai
ciri-ciri tertentu yang membedakannya dari individu yang lain.
B.
Aspek-aspek Kepribadian
M.
Ngalim Purwanto (1990: 156-159) menguraikan beberapa aspek kepribadian yang
penting dan berhubungan dengan pendidikan dalam rangka pembentukan pribadi
anak, yaitu sebagai berikut:
a.
Sifat-sifat kepribadian (personality traits), yaitu
sifat-sifat yang ada pada individu, seperti penakut, pemarah, suka bergaul,
peramah, serta menyendiri.
b.
Intelegensi kecerdasan temasuk
di dalamnya kewaspadaan, kemampuan belajar, kecakapan berfikir.
c.
Pernyataan diri dan cara
menerima pesan-pesan (appearance and inpressien).
d.
Kesehatan jasmani.
e.
Bentuk tubuh.
f.
Sikapnya terhadap orang lain.
g.
Pengetahuan, kualitas dan
kuantitas pengetahuan yang dimiliki seseorang.
h.
Keterampilan (skill).
i.
Nilai-nilai yang ada pada
seseorang dipengaruhi oleh adat istiadat, etika, kepercayaan yang dianutnya.
j.
Penguasaan dan kuat lemahnya
perasaan
k.
Peranan (roles) adalah kedudukan atau posisi seseorang di dalam
masyarakat di mana ia hidup.
l.
The self, yaitu anggapan dan perasaan tertentu tentang siapa, apa, dan di
mana sebenarnya ia berada.
Menurut
Ahmad D. Marimba (1989:67), pada garis besarnya aspek-aspek kepribadian itu
dapat digolongkan dalam tiga hal, yaitu:
- Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah tampak dan ketahuan dari luar, misalnya cara-cara berbuat, berbicara, dan sebagainya.
- Aspek-aspek kejiwaan, meliputi aspek-aspek yang tidak segera dapat dan diketahui dari luar, misalnya cara berfikir, sikap, dan minat.
- Aspek- aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak, yaitu filsafat hidup dan kepercayaan.
Yoesoef
Noesyirawan, sebagaimana dikutip Ahmad Fauzi (1997:132) menganalisis bahwa
aspek-aspek kepribadian digolongkan ke dalam empat bagian, yaitu:
a.
Vitalitas sebagai konstata dari
semangat hidup pribadi.
b.
Tempramen sebagai konstanta
dari warna dan corak pengalaman pribadi serta cara bereaksi dan bergerak.
c.
Watak sebagai konstanta dari
hasrat, perasaan, dan kehendak pribadi mengenai nilai-nilai.
d.
Kecerdasan, bakat, daya nalar,
sebagai konstanta kemampuan pribadi.
Dari
definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian anak merupakan
sebagai kesan menyeluruh tentang dirinya yang terlihat dalam sikap dan perilaku
kehidupan sehari-hari. Kesan menyeluruh di sini, adalah sebagai keseluruhan
sikap mental dan moral seorang anak yang terakumulasi di dalam hasil
interaksinya dengan sesama dan merupakan hasil reaksi terhadap pengalaman di
lingkungan masing-masing.
Menurut
Singgih D. Gunarsa,(2000:105) Dalam usaha orang tua untuk mengembangkan
kepribadian anak, perlu memperhatikan perkembangan aspek-aspek sebagai berikut:
- Dalam kaitannya dengan pertumbuhan fisik anak. Perlakuan dan pengasuhan yang baik disertai dengan lingkungan yang memungkinkan anak hidup sehat, jauh dari keadaan yang akan menimbulkan penyakit.
- Dalam kaitannya dengan perkembangan sosial anak. Pergaulan adalah juga sesuatu kebutuhan untuk memperkembangkan aspek sosial.
- Dalam kaitannya dengan perkembangan mental anak. Komunikasi verbal orang tua dan anak, khususnya pada tahun-tahun pertama kehidupan anak, besar pengaruhnya untuk perkembangan mentalnya.
Dari
uraian-uraian tersebut, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
kepribadian itu adalah keseluruhan sifat-sifat atau tingkah laku yang mencerminkan
watak seseorang, baik tingkah laku luar maupun kegiatan jiwanya, yang tampak
dari penampilannya dalam segala aspek kehidupan, seperti cara-cara berbuat,
berbicara, berfikir, dan mengeluarkan pendapat, sikap dan minat, serta filsafat
hidup dan kepercayaannya.
C.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian
itu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, tetapi di dalam perkembangan
makin terbentuklah pola-pola yang tetap, sehingga merupakan ciri-ciri yang khas
dan unik bagi setiap individu. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kepribadian seseorang, menurut Singgih D. Gunarsa,(2000:108) adalah:
- Faktor biologis, yaitu yang berhubungan dengan keadaan jasmani yang meliputi keadaan pencernaan, pernapasan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar urat syaraf, dan lain-lain.
- Faktor sosial, yaitu masyarakat yakni manusia-manusia lain di sekitar individu, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dalam masyarakat itu.
- Faktor kebudayaan, yaitu kebudayaan itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan tentunya kebudayaan dari tiap-tiap tempat yang berbeda akan berbeda pula kebudayaannya. Perkembangan dan pembentukan kepribadian dari masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana anak itu dibesarkan.
Sedangkan
menurut Husain Mazhahiri, faktor-faktor yang membentuk kepribadian anak ada
empat, yaitu:
- Peranan cinta kasih dalam pembinaan kepribadian.
- Tidak menghina dan mengurangi hak anak.
- Perhatian pada perkembangan kepribadian.
- Menghindari penggunaan kata kotor.
Masa
kanak-kanak adalah masa yang paling peka bagi proses pembentukan kepribadian
seseorang yang akan mewarnai sikap, perilaku. dan pandangan hidupnya kelak di kemudian
hari. Sedangkan perkembangan kepribadian anak itu sendiri, dipengaruhi oleh
lingkungan tempat anak itu hidup dan berkembang. Di antara faktor lingkungan
yang paling berpengaruh bagi perkembangan kepribadian anak, adalah orang tua
yang mengasuh dan membimbingnya beserta suasana kehidupan yang dibina. Dalam
konteks lingkungan keluarga inilah, maka kehadiran orang tua akan turut
mempengaruhi dan mewarnai proses pembentukan kepribadian anak selanjutnya.
Menurut
Ngalim Purwanto (1990:162) Urgensi orang tua, terutama ibu dan ayah bagi
pembentukan kepribadian anak adalah disebabkan karena:
- Pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama-tama.
- Pengaruh yang diterima anak itu batas dan jumlahnya.
- Intensitas pengaruh itu tinggi karena berlangsung terus menerus siang dan malam.
- Umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana aman serta bersifat intim dan bernada emosional.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa kepribadian anak dipengaruhi oleh banyak factor,
dan salah satunya ialah peranan orang tua dalam rangka membimbing, mengarahkan,
dan memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh
anak, karena orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak-anak
sehingga akan mudah untuk memahami kepribadiannya.
D.
Upaya-upaya Pembentukan
Kepribadian
Secara
umum, kepribadian itu pada dasarnya dibentuk oleh pendidikan, karena pendidikan
menanamkan tingkah laku yang kontinyu dan berulang-ulang sehingga menjadi
kebiasaan, ketika ia dijadikan norma, kebiasaan itu berubah menjadi adat,
membentuk sifat, sifat-sifat seseorang merupakan tabi’at atau watak, tabi’at
rohaniah dan sifat lahir membentuk kepribadian. Hal ini, sesuai dengan definisi
pendidikan sebagaimana dikemukakan Indrakusuma (1973:34), yaitu usaha sadar,
teratur, dan sistematik yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung
jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabi'at sesuai dengan
cita-cita pendidikan. Dengan demikian, kepribadian itu dapat dibentuk oleh
pendidikan, dan pendidikan itu sendiri bersumber pada tiga pusat pendidikan,
yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Terbentuknya
kepribadian pada diri seseorang, itu berlangsung melalui perkembangan yang
terus menerus. Seluruh perkembangan itu, tampak bahwa tiap perkembangan maju
muncul dalam cara-cara yang kompleks dan tiap perkembangan didahului oleh
perkembangan sebelumnya. Ini berarti, bahwa perkembangan itu tidak hanya kontiyu, tapi
juga perkembangan fase yang satu diikuti dan menghasilkan perkembangan pada
fase berikutnya. Menurut Marimba (1989:88) pembentukan kepribadian merupakan
suatu proses yang terdiri atas tiga taraf, yaitu:
- Pembiasaan
Pembiasaan
ialah latihan-latihan tentang sesuatu supaya menjadi biasa. Pembiasaan
hendaknya ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil, sebab pada masa itu
merupakan masa yang paling peka bagi pembentukan kebiasaan. Pembiasaan yang
ditanamkan kepada anak-anak, itu harus disesuaikan dengan perkembangan jiwanya.
Senada
dengan hal di atas, Zakiah Daradjat mengemukakan, bahwa hendaknya setiap
pendidik menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan
pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan
perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk
sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan
kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena telah masuk menjadi bagian dari
pribadinya.
Pendidikan
yang diberikan kepada anak sejak kecil, merupakan upaya dalam rangka
pembentukan kepribadian yang baik. Hal ini, sebagaimana dikemukakan oleh M. Athiyah
al-Abrasy (1990:105-106), bahwa para filosof Islam merasakan betapa pentingnya
periode kanak-kanak dalam pendidikan budi pekerti, dan membiasakan anak-anak
kepada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Mereka ini semua berpendapat
bahwa pendidikan anak-anak sejak dari kecilnya harus mendapat perhatian penuh.
Ibnu
Qoyyim Al-Jauzi, sebagaimana dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasy (1990:105-106) mengemukakan, bahwa pembentukan
yang utama ialah waktu kecil, maka apabila seorang anak dibiarkan melakukan
sesuatu (yang kurang baik) dan kemudian telah menjadi kebiasaannya, maka akan
sukarlah meluruskannya. Tujuan utama dari kebiasaan ini, adalah penanaman
kecakapan-kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu agar cara-cara yang tepat
dapat dikuasai oleh siterdidik yang terimplikasi mendalam bagi pembentukan
selanjutnya.
- Pembentukan minat dan sikap
Dalam
taraf kedua ini, pembentukan lebih dititikberatkan pada perkembangan akal
(pikiran, minat, dan sikap atau pendirian.). Menurut Ahmad D. Marimba (1989:88)
bahwa pembentukan pada taraf ini terbagi
dalam tiga bagian, yaitu:
a.
Formil
Pembentukan
secara formil, dilaksanakan dengan latihan secara berpikir, penanaman minat
yang kuat, dan sikap (pendirian) yang tepat. Tujuan dari pembentukan formil ini
adalah:
1)
Terbentuknya cara-cara berpikir
yang baik, dapat menggunakan metode berpikir yang tepat, serta mengambil
kesimpulan yang logis.
2)
Terbentuknya minat yang kuat,
yang sejajar dengan terbentuknya pengertian. Minat merupakan kecenderungan jiwa
ke arah sesuatu karena sesuatu itu mempunyai arti bukan karena terpaksa.
3)
Terbentuknya sikap (pendirian)
yang tepat. Sikap terbentuk bersama-sama dengan minat. Sikap yang tepat, ialah
bagaimana seharusnya seseorang itu bersikap terhadap agamanya, nilai-nilai yang
ada di dalamnya, terhadap nilai-nilai kesulitan, dan terhadap orang lain yang
berpendapat lain.
b.
Materil
Pembentukan
materil sebenarnya telah dimulai sejak masa kanak-kanak, jadi sejak pembentukan
taraf pertama, namun barulah pada taraf kedua ini (masa intelek dan masa
sosial). Anak-anak yang telah cukup besar dan mampu menepis mana yang berguna
dan mana yang tidak, harusnya dilatih berpikir kritis.
c.
Intensil
Pembentukan
intensil yaitu pengarahan, pemberian arah, dan tujuan yang jelas bagi
pendidikan, yaitu terbentuknya kepribadian. Untuk membentuk ke arah mana
kepribadian itu akan dibawa, maka di samping pemberian pengetahuan juga tentang
nilai-nilai. Jadi, bukan hanya merupakan pemberian perlengkapan, tetapi juga
pemberian tujuan ke arah mana perlengkapan itu akan dibawa. Pada segi lain,
pembentukan intensil ini lebih progresif lagi, yaitu nilai-nilai yang
mengarahkan sudah harus dilaksanakan dalam kehidupan. Mungkin masih dengan
pengawasan orang tua, tetapi lebih baik lagi jika atas keinsyafan sendiri.
- Pembentukan kerohanian yang luhur
Pada
taraf ini, pembentukan dititikberatkan pada aspek kerohanian untuk mencapai
kedewasaan rohaniah, yaitu dapat memilih, memutuskan, dan berbuat atas dasar
kesadaran sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab, kecenderungan ke arah
berdiri sendiri yang diusahakan pada taraf yang lalu, misalnya peralihan dari
disiplin luar ke arah disiplin sendiri, dari menerima teladan ke arah mencari
teladan, pada taraf ini diintensifkan.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang diberikan oleh orang tua dalam
keluarga, baik dalam bentuk bimbingan, pendidikan, maupun perhatian merupakan
salah satu upaya yang dapat membentuk kepribadian anak. Selain itu, terdapat
pula cara lain yang dapat dipergunakan dalam membentuk kepribadian, yaitu
pembiasaan, yang bertujuan untuk menanamkan kecakapan-kecakapan berbuat,
mengucapkan sesuatu dengan tepat, dan dapat dikuasai oleh si anak serta
mempunyai implikasi yang mendalam bagi pembentukan kepribadian pada tahap
selanjutnya.
Kepustakaan
Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1997
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT.
Al-Ma'arif, 1989
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973
Agus Sujanto, et. all., Psikologi Kepribadian,
Jakarta: Aksara Baru, 1986
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
1990
Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Praktik Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta: Gunung Mulia, 2000
Tidak ada komentar