FGI
Penelitian
Contoh Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pada Bahasa Indonesia SD
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses belajar mengajar di sekolah siswa belajar dalam satu ruangan, waktu serta fasilitas yang sama, tetapi mempunyai perbedaan dalam hasil belajarnya. Bila siswa mengikuti kegiatan belajar dengan baik tanpa ada hambatan atau kesulitan dalam belajarnya, maka akan memperoleh prestasi atau hasil belajarnya dengan baik. Namun sebaliknya bila siswa mengalami hambatan atau kesulitan dalam belajarnya, maka prestasinya tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan ada pula yang tidak dapat menyelesaikan program studinya dalam waktu yang telah ditentukan.
Mengarang bagi siswa SD, terutama di SD Negeri Bungurcopong 3 masih menunjukkan kelemahan, hal ini terbukti bahwa masih sedikit siswa yang bisa menyampaikan ide atau gagasannya dalam bentuk tulisan. Dari 30 orang siswa kelas V SD Negeri Bungurcopong 3, yang terampil mengarang hanya 7 orang (23%). Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menggugah untuk dilakukan suatu tindakan. Perlakuan yang perlu mendapat perbaikan diantaranya adalah model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan mengarang bagi siswa SD adalah model pembelajaran dengan media gambar. Dengan pedekatan ini diharapkan dapat menciptakan iklim belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, sehingga pada akhirnya hasil belajar menulis karangan siswa diharapkan dapat meningkat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah penelitian adalah apakah dengan media gambar dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian tindakan ini adalah untuk mengetahui peningkatan keterampilan mengarang siswa melalui penerapan media gambar pada siswa kelas V SD N Bungurcopong 3.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan akan memberikan manfaat yang berarti, baik bagi perorangan maupun sekolah secara institusi, diantaranya:
1. Bagi Siswa
a. Siswa akan termotivasi untuk membahasakan berbagai gambar yang ditampilkan oleh guru selama pelajaran berlangsung.
b. Siswa akan termotivasi untuk menyusun kalimat dari berbagai gambar yang ditampilkan.
c. Aktifitas belajar siswa lebih meningkat.
2. Bagi Guru
a. Membuka wawasan baru dan mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi khususnya dalam proses peningkatan kemampuan mengarang.
b. Menumbuhkan budaya mengkaji untuk membahaskan atau menuliskan sesuatu.
c. Dapat diterapkan pada proses pembelajaran pelajaran ini.
3. Bagi Kepala Sekolah
Dengan pelaksanaan pembelajaran meggunakan media gambar akan menambah wawasan pengetahuan bagi Kepala Sekolah, dan dapat dijadikan suatu kebijakan sekolah untuk diterapkan pada mata pelajaran yang lain.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Mengarang
Mengarang adalah suatu kegiatan yang komplekss (Widyamartaya, 1993:1). Dengan mengarang kita dapat memahami keseluruhan rangkaian kegiatan dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulisan kepada pembaca untuk dipahami sesuai keinginan atau maksud pengarang.
Asrom (1997:1} mengungkapkan bahwa mengarang adalah bagaimana seseorang menuangkan gagasan, pikiran ataupun secara terstektur dan terarah dalam bentuk tulisan. Sabarti Akhadiah (1986:1.1) berpendapat bahwa mengarang adalah merupakan kegiatan menuangkan gagasan yang sekaligus menuntut beberapa kemampuan.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa mengarang itu mengorganisasikan ide-ide yang dimiliki seseorang untuk dituangkan ke dalam bahasa tulis secara teratur agar mudah dipahami oleh pembacanya.
Karangan adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan pembaca melihat sendiri objek itu (Keraf, 1995:16). Dalam hal fungsi utamanya membuat para pembaca melihat objek, atau menyerap kualitas khas dari objek tersebut. Dapat digambarkan pula bahwa memusatkan uraiannya pada penampakkan benda. Dalam kita melihat objek garapan secara hidup dan kongkrit, kita melihat objek secara bulat. Untuk lebih jelasnya, kita bedakan dengan eksposisi, dimana eksposisi juga membuat kita memahami objek yang disajikan tetapi memusatkan uraiannya pada wujud benda.
1. Jenis Karangan
Ditinjau dari segi cara penyusunan, isi dan sifatnya wacana atau karangan itu banyak jenisnya. Beberapa di antaranya adalah yang bersifat naratif, eksposisi, argumentasi, persuasif, dan deskriptif.
1) Narasi, menurut pendapat Gorys Keraf (1997:135) narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca meihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.
2) Eksposisi, menurut pendapat Asrom (1997:42) eksposisi ialah tulisan yang berusaha menerangkan, menjelaskan, dan menguraikan masalah, persoalan, atau ide, yang dapat memperluas pandangan pembaca.
3) Argumentasi, menurut pendapat Gorys Keraf (1995:10) bahwa argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran. Lebih jauh sebuah argumentasi berusaha mempengaruhi serta mengubah sikap atau pendapat orang lain untuk menerima suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti mengenai objek yang diargumentasikan itu. Dalam hal ini, terlihat beberapa indikasi terbentuknya suatu tulisan yang bercirikan argumentasi. Karangan argumentasi berangkat dari setumpuk permasalahan yang harus dijawab oleh pengarang secara obyektif. Tentunya jawaban-jawaban tersebut harus disertai dengan alasan-alasan yang dapat diterima oleh pembaca.
4) Persuasi, menurut pendapat H.M.E Suhendar (1992:108) ialah wacana yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan suatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang, karena persuasi bertujuan agar pendengar atau pembaca melakukan sesuatu maka persuasi termasuk ke dalam cara-cara untuk mengambil keputusan.
5) Deskriptif, menurut pendapat Gorys Keraf (1995:16) adalah semacam untuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada didepan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri objek itu. Pengertian lain yang diungkapkan oleh Syamsudin AR. MS (1997:18) bahwa deskripsi ialah wacana yang berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetehuan penuturnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dari pengertian masing-masing jenis karangan, penulis hanya mengambil satu jenis karangan yang akan diteliti, sesuai dengan judul laporan penelitian tindakan kelas ini yaitu karangan. Di samping pengertian kelima jenis karangan yang telah diungkapkan artinya, maka perlu diuraikan pula ciri-ciri dari sebuah karangaan yang baik.
2. Ciri-ciri Karangan
Cir-ciri karangan yang baik diantaranya ialah.
a. Kohesi, karangan merupakan satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu paragraf satu dengan paragraf lainnya relevan dengan topik yang dimaksud, dengan demikian dapat dikatakan bahwa karangan mempunyai kesatuan yang utuh.
b. Koherensi tiap paragraf dalam karangan. Koherensi atau kepaduan yang baik akan terjadi bila ada hubungan timbal balik antara kalimat-kaimat yang membina paragraf itu baik, wajar, dan mudah dipahami.
c. Keselarasan antara pikiran penjelas dengan pikiran utama dalam karangan. Setiap karangan terdiri dari beberapa paragraf. Paragraf-paragraf tersebut mengandung kalimat atau pikiran utama dan pikiran penjelas. Pengembangan pikiran utama dalam karangan atau ditunjang atau didukung oleh pikiran-pikiran yang jelas. Pikiran jelas dalam karangan harus disusun berdasarkan urutan waktu yang logis maupun ruang yang tepat.
d. Agar lebih terarah lagi dalam membuat karangan, sebaiknya buatlah kerangka karangan yang terdiri dari beberapa paragraf.
Adapun manfaat membuat kerangka karangan adalah:
1) Untuk menyusun kerangka secara teratur.
2) Memudahkan menulis menciptakan kalimat yang berbeda-beda.
3) Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih.
4) Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu.
B. Pengertian Keterampilan Mengarang
Pengertian kemampuan mengarang akan penulis bahas satu persatu, pertama penulis akan membahas pengertian kemampuan, dan kedua akan dibahas pengertian mengenai mengarang. Setelah itu, baru penulis akan menuliskan simpulan pengertian mengenai istilah kemampuan mengarang itu sendiri.
Secara terminologis, kemampuan adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan segala sesuatu. W. J. S. Poerwadarminta (1984:628) menyatakan bahwa ”kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan untuk melakukan sesuatu”.
Dari teori di atas, dalam hubungannya dengan mengarang bahwa kesanggupan atau kemampuan dipandang perlu, karena seseorang sebelum melakukan kegiatan tulis menulis atau mengarang terlebih dahulu harus mempunyai kesanggupan atau kemampuan. Demikian pula dengan kecakapan, seseorang selain memiliki kemampuan, maka ia harus cakap dalam mengerjakan segala sesuatu. Dalam hal ini bahwa seorang siswa harus cakap dalam mengerjakan karangan sehingga hasil yang akan diperoleh akan terasa sangat berkualitas.
Mengarang sebenarnya bukanlah suatu kegiatan yang luar biasa, setiap hari bahkan setiap saat kita dapat melakukannya, sebab mengarang tidak lain daripada kegiatan menulis atau merangkai bahasa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh A. S. Broto (1982:64) bahwa ”mengarang adalah kegiatan menulis atau merangkai bahasa”.
Bertitik tolak dari pengertian tersebut, penulis berpendapat bahwa mengarang bukanlah pekerjaan yang memberatkan bagi guru dan siswa, sebab mengarang merupakan kegaiatan sehari-hari. Mengarang termasuk pekerjaan biasa, dan pekerjaan sehari-hari bagi seorang yang telah menempuh jenjang pendidikan, seperti mencatat ringkasan dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Amran Halim (1971:100) yang menyatakan bahwa :
Proses mengarang sebagaimana yang umum dipandang orang merupakan kemampuan menggabungkan sejumlah unsur yang berbeda-beda dan hanya sebagaian saja dari padanya yang sungguh-sungguh bersifat bahasa.
Pendapat tersebut diperjelas oleh I. K. Natia (1985:1) bahwa mengarang adalah mengorganisasikan ide dan perasaan kemudian melahirkan ke dalam rangkaian kalimat yang logis dalam bahasa tulis.
Pendapat Nurlena Basier Kasim dan Richard Sinaga (1982:9) bahwa yang dimaksud mengarang adalah menyampaikan isi hati terhadap orang lain dengan bahasa tertulis.
”Jika pendapat tersebut kita cermati, bahwa yang dimaksud dengan mengarang adalah melahirkan atau menuturkan buah pikiran, perasaan, gagasan, dan pengalaman yang ada pada diri seseorang melalui tulisan”. Hal ini sesuai dengan Sudarno dan Eman A. Rahman (1982:109) yang berpendapat bahwa mengarang adalah bagian ekspresi secara tertulis dari segala kesan batin baik pikiran, perasaan, maupun yang dapat dinyatakan dengan bahasa tulis.
Pendapat tersebut dipertegas lagi oleh A. Widyamahtaya (1978:9) yang meyatakan bahwa mengarang adalah suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak mengemukakan jiwanya kepada orang lain atau kepada dirinya sendiri dalam bahasa tulisan.
Memperhatikan uraian-uraian di atas, bahwa setiap orang yang mengungkapkan buah pikiran, perasaan, menuturkan sesuatu dalam hatinya disebut mengarang, meskipun berbeda dengan mengarang yang sesungguhnya. Mengarang yang sesungguhnya yaitu menggabungkan gagasan dengan tulisan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ambari (1983:175) bahwa mengarang adalah menyusun atau mengorganisasikan buah pikiran, atau ide ke dalam rangkaian kalimat yang logis dan terdapat dalam bahasa tulisan.
Terkadang penulis pernah mendengar pendapat orang lain bahwa kemampuan mengarang merupakan suatu bakat keterampilan yang dibawa sejak lahir. Kepada pendapat tersebut penulis kurang begitu sepaham dan penulis dapat mengatakan bahwa itu kurang tepat, sebab seseorang akan terampil mengarang jika ia telah terampil menulis, punya bahan, pengalaman, dan tentunya harus ditopang dengan pembinaan melalui latihan-latihan yang baik dan berkesinambungan. Selain itu juga, pendapat tersebut bertolak belakang dengan teori perkembangan manusia menurut Jhon Locke yang berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan bersih bagai kertas yang belum ditulisi apa-apa. Oleh karena itu, suatu hal yang jelas, kemampuan mengarang akan diperoleh melalui belajar dan berlatih.
Salah satu bukti bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu itu mungkin karena ia memiliki bakat yang dibawa sejak lahir. Namun untuk mampu membuat sebuah karangan yang baik tentu ia harus melalui proses panjang, hal ini harus ditunjang oleh pandai dan mahir dalam menulis, dan untuk mahir dalam melakukan tulis menulis, maka hal itu harus dilakukan melalui proses latihan dan pembinaan. Karena pekerjaan mengarang adalah sangat erat kaitannya dengan kagiatan menulis, maka yang harus lebih dipentingkan dalam hal kemampuan mengarang adalah kemahiran menulis.
Dari berbagai pendapat di muka baik dari pengertian kemampuan maupun mengarang, maka penulis dapat meyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan mengarang adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan pekerjaan atau perbuatan dalam bentuk uraian menulis sehingga dapat berbentuk sebuah karangan hasil imajinasi seseorang tersebut.
C. Tujuan Mengarang
Mengarang merupakan pengungkapan buah pikiran melalui tulisan. Tetapi mengarang bukan asal menulis. Orang harus belajar menyusun sebuah karangan yang baik dan teratur. Sebuah karangan yang baik mengandung isi yang dikemukakan secara sistematis serta menarik.
Melihat dari sumber di atas, tujuan mengarang yaitu :
1) Mendidik siswa agar dapat mengungkapkan isi hati
Alat untuk mengarang adalah bahasa. Bahasa adalah untuk menyampaikan pendapat dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Melalui pelajaran mengarang diharapkan siswa dapat menggunakan bahasa dengan sebaik-baiknya, terutama dalam penggunaan ejaan.
Dalam hal ini perlu kita perhatikan bahwa di dalam mengarang siswa harus diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan memilih kata secara bebas, tetapi tidak boleh menyimpang dari norma-norma yang ditentukan, baik ejaan maupun mengarang.
Maka dengan adanya kebebasan inilah siswa dapat mengeluarkan pendapatnya atau isi hatinya dengan sebaik-baiknya melalui karangan. Dan dengan jalan ini pula siswa akan terbuka pikirannya untuk mencurahkan isi hatinya secara tersusun dengan baik. Akhirnya siswa pun tidak merasa ragu-ragu dalam menghadapi tugasya.
2) Dapat menggunakan perbendaharaan kata
Perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia kian hari kian bertambah, ini dapat kita lihat baik di surat kabar, majalah, atau media masa lainnya.
Kata-kata yang memperkaya bahasa Indonesia tersebut banyak diambil dari berbagai sumber. Ada yang berasal dari bahasa asing, dan ada pula yang berasal dari bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Pelajaran mengarang merupakan bagian dari pelajaran bahasa Indonesia. Pelajaran bahasa Indonesia adalah pelajaran yang sangat penting. Ini penulis katakan karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi, bahasa persatuan, dan bahasa negara. Hal ini sesuai dengan yang tercantum di dalam UUD 1945 bab XV pasal 36 yang berbunyi “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia” (UUD 1945 th. 1985:8).
Melalui pelajaran mengarang siswa akan bertambah pengetahuannya, terutama dalam hal perbendaharaan kata yang didapatnya dari banyak membaca dan mengarang. Penggunaan ejaan dalam karang mengarang tidak bisa dilepaskan begitu saja jika ingin mencapai hasil karangan yang baik.
Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, bahasa Indonesia cukup besar peranannya. Oleh karena itu kita harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, agar bahasa Indonesia makin mendapatkan tempat di dunia.
3) Melatih keterampilan dan ketelitian siswa dalam menulis
Selain kita dituntut menggunakan bahasa lisan, juga dituntut untuk menggunakan bahasa tertulis dengan baik. Memang ada perbedaan antara bahasa lisan dengan bahasa tulis. Bahasa lisan mengutamakan intonasi, sedangkan bahasa tulis menggunakan tanda baca atau pungtuasi.
Bila bahasa lisan tanpa intonasi sulitlah untuk mengerti, sehingga maksud atau isi yang diucapkan oleh penutur tidak akan dipahami oleh si pendengar. Bagitu pula bahasa tulis, bila tanpa tanda baca atau pungtuasi si pembaca akan menemui kesulitan dalam memahami bacaan yang ia baca.
Dalam bahasa tulis yang dilakukan oleh siswa, guru akan memberi kebebasan untuk berbahasa Indonesia, ini dimaksudkan agar mereka terampil dan teliti dalam memilih kata dan menyusun secara tertulis dengan menggunakan ejaan yang tepat dan benar.
Seorang guru harus mengawasi perbuatan siswa, memeriksa hasil pekerjaan siswa, dan menilainya agar siswa mengetahui letak kesalahannya untuk bisa diperbaiki.
Dalam mengarang, kata yang tersedia cukup banyak, bahkan dapat dikatakan lebih dari cukup, sudah barang tentu siswa akan memilih kata-kata yang terbaik dan tepat dalam kalimat yang digunakannya dalam mengarang.
Di samping tujuan mengarang seperti telah disebutkan di atas, tujuan pelajaran mengarang di sekolah sebagai berikut:
1) untuk meminta keterampilan siswa menguraikan pengalaman yang diterima di sekolah maupun di masyarakat dalam bahasa tulis;
2) mendorong siswa berpikir secara sistematis, karena pekerjaan mengarang berarti melibatkan siswa berpikir secara teratur; dan
3) mendorong mendidik siswa yang berbakat.
Untuk dapat mencapai maksud tersebut di atas, sebaiknya siswa mengetahui dan mempelajari tata bahasa, komposisi, dan gaya bahasa.
Kepentingan tata bahasa ialah untuk mengatur kata demi kata menjadi kalimat, dan komposisi untuk mengatur susunan dari karangan tersebut, sedangkan gaya bahasa berperan untuk menghidupkan lukisan atau karangan.
D. Pengajaran Mengarang di SD Negeri Bungurcopong 3
Pengajaran bahasa Indonesia baik di SD, SLTP, maupun SLTA, meliputi beberapa aspek yaitu: pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hal ini dijelaskan oleh Abdul Gafur (1986:64) yang dikutipnya dari pendapat seorang ahli pendidikan yang bernama Bloom, bahwa menurut Bloom ada 3 (tiga) aspek ”objektif” yakni:
1) Aspek pengenalan (cognitive domain) yang meliputi:
(a) pengetahuan, ingatan;
(b) pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh;
(c) analisis, menguraikan, menentukan hubungan;
(d) sintesis, mengorganisir, merencanakan, membentuk bangunan baru, dsb;
(e) mengevaluasi, menilai;
(f) aplikasi.
2) Aspek perasaan (affective domain)
Aspek ini berkenaan dengan sikap untuk menerima, memberikan respon, nilai dan sebagainya.
3) Aspek gerak (psyichomotor domain)
(a) Self-paced objectivives
(b) Mix-paced objectivives
(c) Externally-paced objectivives
Demikian pula halnya pengajaran bahasa Indonesia di SD Negeri Bungurcopong 3 , meliputi aspek-aspek seperti pendapat Bloom di atas.
Adapun sebagai bahan pengajaran karangan prosa deskripsi di sekolah dasar tersebut terdiri dari komponen diantaranya: KD, TIK, Materi Pelajaran, KBM, Alat dan Sumber Bahan serta Evaluasi yang berupa satuan pelajar (SP).
Pelaksanaan pengajaran mengarang di Sekolah Dasar tersebut dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Pertemuan pertama membahas karangan prosa deskripsi yang bertema Kebersihan di Lingkungan Sekolah, dan dilanjutkan dengan menyuruh murid untuk mengarang dengan menggunakan media gambar sebagai evaluasinya. Adapun pertemuan kedua membahas karangan prosa deskripsi yang bertema Apel Bendera pada Hari Senin di Sekolah, dan dilanjutkan dengan menyuruh murid untuk mengarang dengan menggunakan media papan tulis (kerangka karangan) sebagai evaluasinya.
Dalam pelaksanaan pengajaran bahasa Indonesia, khususnya mengarang, tidak terlepas dari tanggung jawab seorang guru, sebab berhasil tidaknya siswa dalam menyerap materi yang diberikan guru, salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan seorang guru dalam mengasuh dan membina murid, khususnya dalam menyampaikan materi pelajaran. Oleh sebab itu, guru dalam melaksanakan tugasnya tidak saja harus pandai memilih metode atau pandai menyusun bahan pelajaran, tetapi tidak kalah pentingnya adalah guru dituntut pula terampil dan mampu menyampaikan pokok bahasan menulis atau mengarang tersebut dengan tepat.
E. Pengertian Media
Ahmad Parlan Mulayono (1989:36) mengemukakan pendapatnya bahwa media adalah bahan sebagai perantara bagi seorang seniman untuk mewujudkan sebuah karya yang mempunyai bentuk dan ukuran.
Melihat pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa seseorang apabila akan mencurahkan isi hatinya/mewujudkan karyanya tentu memerlukan media, sebab media merupakan alat atau sarana yang penting untuk mencapai suatu tujuan. Pendapat tim penyusun Kamus Besar Bahasa Insonesia (Depdikbud, 1989:569) bahwa ”media adalah alat komunikasi”.
Pendapat tersebut sesuai pula dengan yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1986:23), bahwa: Media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Dari pendapat dan uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong proses belajar pada dirinya dan mempengaruhi efektifitas program instruksional.
Untuk membantu atau mempengaruhi siswa dalam penerimaan pelajaran mengarang, sehingga program yang telah direncanakan dapat tercapai, guru harus memilih media yang tepat, diantaranya adalah media gambar.
Menurut tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (Drpdikbud, 1989:250) bahwa ”gambar adalah tiruan barang; yang dibuat dengan coretan pensil dan sebagainya, pada kertas dan sebagainya; lukisan”.
Media gambar adalah salah satu dari sekian banyak media yang dapat digunakan dalam pengajaran mengarang. Karena media gambar marupakan tiruan yang dibuat dengan coretan alat tulis/lukis pada kertas atau kanvas untuk membantu siswa dalam mencurahkan ide dan perasaan melalui tulisan sehingga membentuk suatu karangan.
Selain media gambar yang dapat digunakan dalam pengajaran mengarang atau menulis, ada pula media yang lain yaitu media papan tulis.
Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa ”Papan adalah kayu yang lebar dan tipis” (Depdikbud, 1989:647).
Tim penyusun Kamus Besar Indonesia menyatakan bahwa ”Tulis adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya), melahirkan pikiran atau perasaan, menggambar, melukis, membatik, (kain)” (1989:968).
Melihat dari pengertian menurut para ahli bahasa di atas, bahwa papan tulis adalah sebilah kayu yang mempunyai ukuran panjang dan lebar dan digunakan untuk menulis atau menggambar.
Sesuai dengan fungsinya, papan tulis penting sekali untuk di kelas, oleh karena itu tidak boleh dikesampingkan. Dewasa ini papan tulis tidak hanya terdapat di sekolah atau di kelas saja, melainkan di kantor-kantor, bahkan di tempat-tempat ramai seperti stasiun kereta api, terminal bus, hotel, rumah sakit, tempat tinggal/rumah dan lain-lain.
Papan tulis dalam hubungannya dengan mengarang bahwa papan tulis dapat mempermudah dalam pemberian pelajaran mengarang kepada sekelompok siswa.
F. Membaca
1. Pengertian Membaca
Membaca menurut Tarigan (1987:7) adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Sedangkan pengertian membaca menurut Zainudin (1991:124) adalah menyeruakan huruf atau deretan yang berupa kata atau kalimat. Pengertian yang hampir sama menurut Tampubolon (1987:26) tentang membaca adalah satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dan komunikasi tulisan.
Selain itu, Baradja (1990:105) juga mengemukakan pendapatnya tentang membaca adalah suatu aktivitas dimana si pembaca mencoba memahami ide-ide penulis melalui suatu teks. Harjasujana (1986:12) juga mengemukakan pendapatnya tentang membaca adalah kegiatan merespon lambang-lambang cetakan atau tulisan dengan menggunakan pengertian yang tepat.
Dari kelima pendapat para ahli tentang membaca dapat diambil kesimpulan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan memahami isi bacaan dimana penulis mencoba mengkomunikasikan isi pesannya melalui suatu teks kepada pembaca.
2. Proses Membaca
Menurut Tarigan ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara si pembaca waktu dia membaca maka proses membaca dapat dibagi dua, yaitu:
a. Membaca nyaring, membaca bersuara, membaca lisan (reading out loud; oral reading; reading loud)
Menurut Tarigan membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi pikiran dan perasaan seseorang pengarang. Selain itu, Tarigan juga mengemukakan pendapatnya tentang membaca nyaring adalah sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah keterampilan serta minat.
b. Membaca dalam hati (silent reading)
Tarigan juga mengemukakan pendapatnya tentang membaca dalam hati adalah aktifitas membaca yang hanya mempergunakan ingatan visual, yang melibatkan pengaktifan mata dan ingatan.
Bila dilihat dari pengertian antara membaca nyaring dengan membaca dalam hati penulis mengambil kesimpulan bahwa yang membedakan antara membaca nyaring dengan membaca dalam hati menurut Tarigan hanyalah cara membacanya. Kalau membaca nyaring mengeluarkan suara sehingga pembaca dan pendengar sama-sama mendengar atau memahami isi bacaan. Sedangkan membaca dalam hati hanya pembaca saja yang memahami isi bacaan.
3. Tujuan Membaca
Tujuan membaca menurut Tarigan adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Sedangkan menurut Nurhadi (1995:70) tujuan membaca adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang isi bacaan. Kemudian Nababan (1992:150) juga mengemukakan pendapatnya tentang tujuan membaca adalah sebagai berikut : (1) memahami informasi yang diberikan dalam bacaan secara implist, (2) memahami informasi yang diberikan dalam bacaan secara eksplist, (3) memahami makna konseptual (konsep apa yang diberikan dalam bacaan itu), (4) memahami fungsi komunikatif dalam bacaan itu, (5) memahami kaitan-kaitan unsur dalam kalimat, (6) memahami kaitan antara bagian-bagian suatu teks, (7) mencari butir-butir yang penting untuk dirangkum, dan (8) meningkatkan keterampilan untuik merujuk pada konsep kain yang mendasar.
Membaca sekilas atau skimming menurut Tarigan (1987:32) adalah jenis membaca yang membuat mata kita bergerak dengan cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis untuk mencari serta mendapatkan informasi, penerangan. Dari pengertian membaca sekilas atau skimming penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa membaca yang hanya dilakukan untuk menemukan hal-hal tertentu yang diinginkan. Tarigan juga mengemukakan tiga tujuan utama dalam membaca sekilas, yaitu : (1) untuk memperoleh suatu umum dari suatu buku artikel, tulisan singkat, (2) untuk menemukan hal tertentu dari suatu bahan bacaan, dan (3) untuk menemukan/menempatkan bahan bacaan dalam perpustakaan.
Dari ketiga tujuan utama dalam membaca sekilas menurut Tarigan, penulis mengambil kesimpulan bahwa dengan membaca sekilas menuntut kita dapat dengan cepat memperoleh informasi. Dalam membaca sekilas kita hanya membuka hal-hal yang dianggap penting atau yang memang kita perlukan. Dalam penerapannya membaca sekilas menuntut suatu keaktifan dan keseksamaan untuk mengetahui apa yang kita cari.
Menurut Tarigan membaca dangkal pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran, yang tidak mendalam dari suatu bahan bacaan. Dalam membaca dangkal tidak dituntut pemikiran yang mendalam seperti halnya membaca karya-karya ilmiah. Membaca dangkal hanya merupakan suatu bahan bacaan bersifat kesenangan.
Membaca insentif menurut Tarigan adalah studi seksama, telaah, teliti, dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari. Dalam membaca insentif diperlukan pemahaman terhadap isi bahan bacaan.
4. Ciri-ciri Bahan Bacaan
Seseorang yang ingin melakukan sesuatu, selalu disesuaikan dengan kemampuannya. Begitu juga dengan guru yang akan memberikan bahan bacaan kepada siswa selalu disesuaikan dengan kemampuan siswanya. Menurut Soejono (1993:119) ciri-ciri bahan bacaan adalah sebagai berikut: (1) di dalamnya terdapat cukup situasi, hubungan kalimat dan faktor lain yang memungkinkan anak belajar berfikir, (2) bahan bacaan yang diperbincangkan setingkat dengan perkembangan atau kepandaian anak, agar perhatian anak tertarik kepadanya, dan (3) bacaan bersifat perkara, obyektif dan singkat, agar dapat selesai dalam satu jam pelajaran.
Kesimpulan dari ciri bahan bacaan adalah dalam memberi bahan bacaan kepada siswa harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir siswa. Bahan bacaan juga disesuaikan dengan waktu atau jam pelajaran.
G. Karangan
1. Pengartian Karangan
Menurut Liang Gie (1992:17) karangan adalah hasil perwujudan gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Sedangkan pengertian karangan menurut Sartuni dkk (1984:74) adalah suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam ucapan atau tulisan atau suatu penyajian pembicaraan yang luas tentang suatu pokok persoalan secara lisan atau tulisan.
Pengertian yang hampir sama tentang karangan menurut Finoza (1993:74) adalah suatu bentuk penyampaian pikiran secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan. Selain itu pengertian karangan menurut Sudarno dan Rahman (1993:116) adalah rangkaian, susunan atau komposisi, yang dirangkai adalah beberapa kesatuan pikiran yang diwujudkan dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun sesuai dengan akaidah komposisi.
Dari keempat pendapat ahli, penulis mengambil kesimpulan bahwa karangan adalah hasil dari pikiran seseorang dalam menyampaikan ide atau gagasan.
2. Tipe Karangan
Berdasarkan sistem penyajian pokok masalahnya, tipe karangan tulisan ada 5 macam, yaitu: (1) karangan deskripsi, (2) karangan narasi, (3) karangan eksposisi, (4) karangan argumentasi, dan (5) karangan persuasi (Sartuni, 1984:74-75).
Mempelajari kelima tipe karangan tersebut di atas sangat penting dengan tujuan agar kita dapat mengkomunikasikan suatu gagasan, suatu perasaan, suatu pengalaman, atau suatu pokok persoalan semaksimal mungkin secara efektif.
Karangan deskriptif menurut Parera (1993:5) adalah satu bentuk karangan yang hidup dan berpengaruh. Karangan deskripsi memberikan satu gambaran tentang satu peristiwa atau kejadian dan masalah.
Karangan menurut Syafi’ie (1990:151) adalah wacana yang berkenaan dengan rangkaian peristiwa. Wacana ini berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya, dengan maksud memberi arti kepada sebuah kejadian atau serentetan kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmahnya dari cerita itu.
Syafi’ie (1990:151) juga memberikan pengertian tentang karangan eksposisi adalah wacana yang berusaha menerangkan atau menjelaskan pokok pikiran yang dapat memperluas pengetahuan pembaca karangan itu.
Sedangkan karangan argumentasi menurut Keraf (1955:10) adalah semacam bentuk wacana yang berusaha mebuktikan suatu kebenaran, dan karena itu akan berusaha sekuat tenaga dengan teknik-teknik yang rasional untuk mempertahankan kebenaran itu.
Karangan persuasi ingin mencapai kesepakatan dengan orang yang dipersuasi dengan menggunakan pendekatan psikologis. Persuasi merupakan bagamana cara seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar orang lain mengikuti apa yang dikehendakinya.
3. Bagian Utama Karangan
Menurut Sudarmo dan Rahman (1993:119) bagian utama karangan terdiri dari: pendahuluan, isi (tubuh karangan), dan penutup. Sudarno dan Rahman juga memberi penjelasan tentang hal-hal memuat di dalam pendahuluan adalah sebagai berikut: (1) latar belakang atau masalah penelitian pokok bahasan, (2) aspek-aspek penting dari pokok masalah yang akan dibahas dan perumusannya, (3) metode pambahasan, (4) sistematika penyusunan, dan (5) tujuan serta hasil yang diharapkan.
Selain itu Sudarmo dan Rahman juga mengemukakan tentang pengertian isi (tubuh karangan) adalah rincian atau pengembangan apa yang ditanyakan pada pendahuluan.
Tarigan (1991:7) juga mengemukakan pendapatnya yang sama tentang bagian utama karangan. Pada bagian utama karangan, Djago Tarigan mengemukakan tentang fungsinya. Pertama fungsi dari bagian pandahuluan adalah sebagai berikut: (1) menarik minat pembaca, (2) mengarahkan perhatian pembaca, (3) menjelaskan secara singkat ide pokok atau tema karangan, dan (4) menjelaskan bila dan di bagian mana suatu hal akan diperbincangkan.
Kedua fungsi dari bagian isi adalah sebagai jembatan yang menghubungkan antara bagian pendahuluan dan bagian penutup. Ketiga fungsi dari bagian penutup ialah salah satu kombinasi dan fungsi untuk memberikan: (1) kesimpulan, (2) penekanan bagian-bagian tertentu, (3) klimaks, (4) melengkapi, dan (5) merangsang pembaca mengerjakan sesuatu tentang apa yang sudah dijelaskan atau diceritakan. Antara ketiga bagian-bagian utama karangan mempunyai satu kesatuan yang erat, sehingga terbentuk karangan yang tersusun rapih.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Seting Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Negeri Bungurcopong 3 Kecamatan Picung Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten. Adapun subjek penelitian ini adalah siswa kelas V di SD Negeri Bungurcopong 3 Kecamatan Picung, dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang. Penelitian Tindakan Kelas akan dilaksanakan dengan 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan. Penelitian akan berlangsung selama 3 bulan, mulai bulan September sampai Nopember 2008.
B. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), adapun tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian PTK ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Model Kurt Lewin seperti disebutkan dalam Dikdasmen (2003:18) bahwa tahap-tahap tersebut atau biasa disebut siklus (putaran) terdiri dari 4 komponen yang meliputi: (a) perencanaan (planning), (b) aksi atau tindakan (acting), (c) observasi (observing), dan (d) refleksi (reflecting). Langkah-langkah selama melakukan tindakan digambarkan pada gambar 1. Sedangakan prosedur pelaksanaan penelitian ini meliputi 2 siklus, setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan pengamatan, dan refleksi.
C. Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data
Sumber data penelitian adalah siswa, sedangkan jenis data yang didapatkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang meliputi: (1) data tes setelah siklus I dan siklus II, (2) hasil observasi terhadap proses pelaksanaan pembelajaran, (3) jurnal harian (catatan harian), dan (3) foto.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati aktifitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Dalam observasi diantaranya akan melihat peningkatan frekuensi dan suatu kualitas pertanyaan siswa kepada guru maupun sesama temannya selama interaksi belajar mengajar, adanya peningkatan kerja sama dalam melaksanakan tugas, keberanian siswa dalam memberikan jawaban pertanyaan yang diajukan oleh guru.
b. Jurnal harian
Jurnal harian dalam penelitian ini maksudnya adalah catatan harian yang merupakan alat bantu perekam yang paling sederhana. Hal ini sejalan dengan pendapat tim pelatih PGSM (1999:57) yang menyatakan bahwa jurnal harian merupakan semacan catatan harian. Catatan harian ini akan merekam semua kegiatan dalam proses pembelajaran yang tidak terekam dalam lembaran observasi baik berupa perilaku siswa/kegiatan guru yang berlangsung dalam kelas maupun permasalahan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi langkah berikutnya, sesuai pendapat Madya (1994:35) bahwa catatan harian ini akan memuat observasi, perasaan, reaksi, penafsiran, refleksi, dugaan, hipotesis, dan penjelasan.
c. Data tes kemampuan
Data ini merupakan data kuantitatif, yang diambil setiap siklus. Tes formatif diberikan setiap berakhirnya siklus, hal ini supaya setiap berakhirnya pelaksanaan siklus dapat diketahui kemajuan dan perkembangan yang didapat oleh siswa dengan pola pembelajaran intensifikasi tugas. Hasilnya diharapkan dapat menjadi acuan, pertimbangan, bahan refleksi untuk merencanakan pelaksanaan siklus berikutnya.
d. Foto
Untuk merekam aspek kegiatan kelas, aktifitas siswa, dan untuk memperjelas data dari hasil observasi maka dalam penelitian ini digunakan alat perekam lainnya yaitu foto. Hal ini seperti yang dikatakan Madya (1995:39) bahwa foto digunakan untuk merekam peristiwa penting, serta karena daya tariknya foto dapat diacu dalam wawancara berikutnya dan diskusi tentang data.
3. Analisa Data
a. Data Observasi
Data ini diambil melalui pengamatan yang dilakukan oleh peneliti sebagai orang yang terlibat aktif dalam pelaksanaan tindakan dan dibantu oleh observer. Adapun kegiatan siswa yang diamati tiap lima menit sekali dengan tanda checklist, diolah dengan menggunakan rumus:
.Jumlah Aktivitas X 100%
.Jumlah Siswa
b. Data Jurnal Harian
Menyimpulkan kejadian selama penelitian berlangsung.
c. Data Tes Kemampuan
1) Menentukan nilai setiap siswa dari hasil tes dengan pemberian nilai skala 100
2) Tentukan banyaknya siswa yang mendapat nilai diatas atau sama dengan 60.
3) Hitung persentasi banyaknya siswa yang mendapat nilai 60.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Mukhsin, 1989, Dasar-Dasar Komposisi, Yayasan Asih Asah Asuh, Malang
Alim, Djeniah dan Purwanto, Ngalim, 1997, Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia, Rosda jayapura, Jakarta
Arikunto, Suharsimi, 1993, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta
Asrom, 1997, Dari Narasi Hingga Argumentasi, Erlangga, Jakarta
Baradjah. M. F, 1990, Kapita Selekta Pengajaran Bahasa, IKIP Malang, Malang
Ganda, Asep, 1999, Bahasa Indonesia, Pribumi Mekar, Jakarta
Hadi, Sutrisno, 1984, Metodologi Research, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Karjasujana, Ahmad S, 1986, Keterampilan Membaca, Karunika, Jakarta
Karsana, Ano, 1986, Keterampilan Menulis, Karunika Jakarta UT, Jakarta
Keraf Gorys, 1994, Argumentasi dan Narasi, Gramedia, Jakarta
Muchlisoh, 1993, Pendidikan Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta
Nababan, Subyakto, Utari Sri, 1992, Metodologi Pengajaran Bahasa, Pustaka Utara, Jakarta
Nafiah, Hadi, 1981, Anda Ingin Jadi Pengarang, Usaha Nasional Surabaya Indonesia, Banjarmasin
Nurhadi, 1993, Kapita Selekta Kajian Bahasa Sastra dan Pengajarannya, IKIP Malang, Malang
Parera, Daniel Jos, 1993, Menulis Tertib dan Sistematika, Erlangga, Jakarta
Putrawan, I Made, 1990, Pengujian Hipotesis, Rineka Cipta, Jakarta
Rahman, Eman A dan Sudarno, 1995, Terampil Berbahasa Indonesia, Hikmat Syahid Indah, Jakarta
Sampurno, S Chamdiah, 1987, Pengembangan Program Pengajaran Bahasa Indonesia, Jakarta: IKIP Muhammadiyah, Jakarta
Sartuni, Rasjid, 1984, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Nina Dinamika, Jakarta
Soejono. Ag, 1983, Metodik Khusus Bahasa Indonesia, Bina Karya, Bandung
Syafi’ie, Imam, 1990, Bahasa Indonesia, IKIP Malang, Malang
Tampubolon DP, 1990, Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif, Angkasa, Bandung
Tarigan, Djago dan Tarigan H. G, 1991, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Angkasa, Bandung
Tarigan, Djago, 1991, Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya, Angkasa, Bandung
_________, 1991, Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya, Angakasa Bandung
The Liang Gie, 1992, Pengantar Dunia Karang Mengarang, Liberty Yogyakarta
Zainuddin, 1991, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta
Tidak ada komentar